JAKARTA, KAIDAH.ID – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkap modus curang dalam tata niaga beras yang merugikan negara hingga hampir Rp100 triliun. Ia menyoroti praktik beras oplosan yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan, termasuk perusahaan besar, dalam rapat pengendalian inflasi nasional, Selasa, 22 Juli 2025.

Menurut Tito, salah satu modus utama beras oplosan yang digunakan, adalah mencampur beras kualitas medium dengan beras premium, lalu menjualnya seolah-olah sebagai beras premium.

“Beras yang kualitas premium digabung sama kualitas medium, setelah itu dijual harga premium. Dan ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan, ada yang perusahaan-perusahaan besar,” kata Tito, dikutip dari kanal YouTube Kemendagri.

Modus lainnya, lanjut Tito, adalah pengurangan isi dalam kemasan yang dijual ke masyarakat. Ia mencontohkan, beras dalam kemasan 5 kilogram kerap kali hanya berisi 4,5 kilogram.

“Bayangkan setengah kilonya dikorupsi istilahnya, digelapkan. Itu yang kata Pak Presiden kemarin, ini penipuan,” ujarnya.

Tito menyebut praktik ini berlangsung masif dan berdampak langsung pada lonjakan harga beras di pasar, meskipun stok nasional berada dalam kondisi tertinggi sejak kemerdekaan, yaitu 4 juta ton di gudang Bulog.

Kenaikan harga juga diperparah dengan kendala distribusi, terutama di wilayah zona 3. Tito menyebut, harga beras tertinggi tercatat di zona tersebut, bahkan mencapai Rp54.772 per kilogram. Ironisnya, lonjakan harga juga terjadi di daerah lumbung pangan seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara.

“Ini menjadi perhatian khusus Presiden Prabowo, karena beras termasuk dalam komoditas strategis yang harus diamankan selain BBM,” tegas Tito.

Pemerintah kini diharapkan segera mengambil langkah hukum dan pengawasan ketat terhadap perusahaan-perusahaan yang terbukti melakukan praktik curang dalam perdagangan beras demi menjaga stabilitas pangan nasional.

NAMA PERUSAHAAN DAN MEREK BERAS OPLOSAN

Seperti diketahui, sebanyak empat produsen beras diduga melakukan pelanggaran mutu dan takaran beras. Keempat perusahaan tersebut adalah Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).

Adapun perusahaan-perusahaan ini diketahui mengelola beberapa merek beras yang saat ini ada di pasaran.

Wilmar Group, misalnya, mengelola Sania, Sovia, Fortune, dan Siip. Merek-merek ini ikut terseret dalam proses penyelidikan Polri.

Selain itu, beras premium seperti Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, Food Station, Ramos Premium, Setra Pulen, dan Setra Ramos yang diproduksi oleh Food Station Tjipinang Jaya juga masuk dalam daftar.

Merek lainnya adalah Raja Platinum dan Raja Ultima produksi PT Belitang Panen Raya, serta merek Ayana milik PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).

Adapun perusahaan yang telah dimintai keterangan oleh Satgas Pangan Polri di antaranya adalah Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).

Pemeriksaan dilakukan berdasarkan sampel beras kemasan dari berbagai daerah yang sebelumnya dikumpulkan oleh Satgas Pangan Polri.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengakui maraknya beras oplosan yang beredar di pasar tradisional dan ritel modern.

Kemasannya tampak premium, sekalipun isinya telah dicampur alias menipu. Hasil investigasi Kementerian Pertanian (Kementan) dan Satgas Pangan Polri mengungkapkan setidaknya ada 212 merek beras yang terbukti tidak memenuhi standar mutu, baik dari sisi berat kemasan, komposisi, hingga labelnya. (*)

Editor: Ruslan Sangadji