PALU, KAIDAH.ID – Mantan Gubernur Sulawesi Tengah, Mayjen TNI (Purn) Bandjela Paliudju, resmi menghirup udara bebas setelah memperoleh grasi dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.
Grasi tersebut mengakhiri masa hukuman pidana yang dijalaninya sejak dijatuhi vonis dalam kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Bandjela keluar dari lembaga pemasyarakatan pada Jumat, 1 Agustus 2025. Kepulangannya disambut hangat oleh keluarga dan kerabat dekat dalam suasana penuh haru, tanpa seremoni besar.
Grasi ini diberikan atas dasar pertimbangan kemanusiaan dan hukum, sebagaimana disampaikan Menteri Hukum RI, Supratman Andi Agtas.
Bandjela Paliudju merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah pemerintahan Sulawesi Tengah. Ia menjabat Gubernur Sulteng selama dua periode, yakni 1996–2001 dan 2006–2011. Meski pernah terjerat kasus hukum, kontribusinya terhadap pembangunan daerah tetap dikenang banyak pihak.
Selama menjalani masa pidana, pihak lembaga pemasyarakatan menyatakan, Bandjela bersikap kooperatif dan aktif mengikuti berbagai program pembinaan, yang turut menjadi salah satu faktor pendukung mendapatkan grasi.
Bandjela Paliudju dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung dalam kasus korupsi dana operasional Gubernur Sulteng periode 2006–2011 dan TPPU, dengan total kerugian negara sebesar Rp8,25 miliar.
Ia sebelumnya diputus bebas oleh Pengadilan Tipikor Palu, namun putusan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung melalui putusan kasasi Nomor: 1702 K/Pid.Sus/2016. MA menjatuhkan hukuman tujuh tahun enam bulan penjara, denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan, serta uang pengganti sebesar Rp7,78 miliar subsider tiga tahun penjara.
Bandjela sempat mengajukan Peninjauan Kembali (PK), namun ditolak oleh Mahkamah Agung melalui putusan Nomor: 169 PK/Pid.Sus/2018. MA menilai alasan PK yang diajukan tidak memenuhi syarat, termasuk bukti baru (novum) yang dianggap tidak relevan dan tidak memenuhi unsur kekhilafan hakim.
Grasi adalah pengampunan yang diberikan Presiden kepada terpidana berdasarkan pertimbangan kemanusiaan.
Grasi dapat berupa pengurangan, peringanan, perubahan, atau penghapusan pidana, dan diajukan dalam jangka waktu maksimal satu tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap. Dasar hukum grasi tertuang dalam UU No. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi. (*)
Editor: Ruslan Sangadji

Tinggalkan Balasan