JUMAT PAGI, 29 Agustus 2025, Kwitang, Jakarta Pusat, dipenuhi teriakan dan amarah. Ratusan massa berdesakan di depan Markas Korps Brimob, menuntut kejelasan atas tewasnya Affan Kurniawan (21 tahun), pengemudi ojek online yang sehari sebelumnya dilindas kendaraan taktis Brimob di Pejompongan.

Ketegangan nyaris pecah. Massa yang terbakar emosi mendorong pagar, melemparkan botol, bahkan ada yang mencoba menyalakan petasan.

Situasi itu bisa saja berubah menjadi bentrokan besar, jika saja bukan karena kehadiran 300 prajurit Marinir TNI AL yang berdiri di barisan paling depan.

Mereka tidak datang dengan wajah garang. Justru sebaliknya, para prajurit berbaret ungu itu membentuk barikade sambil menebar ketenangan.

“Kita semua saudara… kita semua saudara,” seruan itu berulang kali terdengar dari mulut seorang Marinir, nyaris tenggelam oleh riuh massa.

Ada momen-momen menyejukkan yang tak biasa di tengah riuh kericuhan. Saat sebuah botol melayang dari arah kerumunan, seorang Marinir hanya mengangkat tangan dan dengan suara tenang meminta aksi pelemparan dihentikan.

Dan ketika seorang demonstran hendak menyalakan petasan, bukannya dibentak, justru dipeluk erat seorang prajurit Marinir hingga benda itu urung diledakkan. Sejenak, amarah yang membara itu terasa mereda.

Di balik barisan Marinir, Asisten Intelijen Kostrad Brigjen TNI Muhammad Nas ikut mendampingi jalannya aksi. Ia menegaskan, keberadaan TNI di lokasi bukan untuk menakut-nakuti apalagi mengambil alih peran Polri, melainkan untuk mencegah korban baru.

“Posisinya TNI di sini adalah menenangkan, membantu menenangkan masyarakat. Karena kita bersama masyarakat,” ujarnya.

Brigjen Nas juga mengingatkan, proses hukum atas kasus ini sedang berjalan.

“Kita mengajak masyarakat, sudah lah, proses sudah berjalan. Bukan kita berusaha melindungi yang salah. Kan ada aturan yang dijalankan. Presiden juga sudah menyampaikan, proses secara gamblang, kawal sampai tuntas,” tegasnya.

Hari itu, di depan Mako Brimob yang dijaga ketat, benturan besar nyaris tak terelakkan. Namun pelukan seorang Marinir kepada seorang demonstran membuktikan, di tengah gejolak amarah, cara manusiawi tetap bisa menjadi peredam, namun situasi sore hingga malam ini di depan Markas Brimob Kwitang kembali memanas. (*)

Editor: Ruslan Sangadji