JUMAT, 29 Agustus 2025 malam, suasana di rumah sederhana di Jalan Blora, Jakarta Pusat, terasa begitu berat. Tangis dan doa bercampur menjadi satu. Di tengah keluarga yang berduka, Presiden Prabowo Subianto hadir, mendatangi rumah almarhum Affan Kurniawan (21), pengemudi ojek online yang tewas terlindas kendaraan taktis Brimob dalam demonstrasi Kamis, 28 Agustus 2025 malam.

Begitu tiba, Prabowo langsung menyapa ayah Affan, Zulkifli, yang duduk dengan wajah tegar namun menyimpan duka mendalam. Mengenakan batik lengan panjang, Zulkifli mencoba menahan air mata ketika menyambut Presiden Prabowo.

“Saya belasungkawa ya, baik-baik ya,” ucap Prabowo pelan.

Zulkifli menatapnya, lirih menjawab, “Percaya sama Bapak.”

Prabowo lalu bertanya tentang anak-anaknya. Zulkifli menjelaskan, ia memiliki tiga anak, termasuk Affan yang kini telah pergi mendahuluinya.

Tak lama kemudian, Prabowo menghampiri ibunda Affan, Erlina, yang mengenakan pakaian putih dengan kerudung hitam. Wajahnya sembab, matanya tak berhenti mengalirkan air mata. Presiden itu menyalami dan merangkulnya, menyampaikan penyesalan atas tragedi yang menimpa anaknya.

“Anak saya udah nggak ada…” kata Erlina, terisak di pelukan Prabowo.

Tak ada kalimat yang mampu meredakan luka seorang ibu yang kehilangan anaknya. Namun, pelukan itu menjadi simbol empati, bahwa negara hadir, meski dalam penyesalan yang terlambat.

Affan pengemudi ojol meninggal dengan cara yang tragis. Malam itu, sebuah kendaraan taktis Brimob jenis Barakuda melindas tubuhnya, yang sudah tergeletak di jalan, di kawasan Pejompongan. Mobil sempat berhenti sejenak, sebelum akhirnya melaju kembali dan meninggalkan duka mendalam.

Insiden itu memicu kemarahan massa. Rekan-rekan Affan sesama pengemudi ojol bersama warga mendatangi Markas Brimob di Kwitang, Jakarta Pusat. Suara jeritan keadilan menggema.

Kini, tujuh anggota Brimob Polda Metro Jaya dinyatakan terlibat. Mereka adalah Aipda M. Rohyani, Briptu Danang, Briptu Mardin, Baraka Jana Edi, Baraka Yohanes David, Bripka Rohmat, dan Kompol Cosmas K Gae. Ketujuhnya sudah diproses secara khusus (patsus) dan terbukti melanggar kode etik.

Namun, bagi keluarga Affan, terutama ibunya, tak ada proses hukum yang bisa mengembalikan sang anak. Di ruang tamu yang dipenuhi doa, hanya tersisa air mata, kesedihan, dan harapan agar nyawa Affan menjadi pelajaran berharga.

Malam itu, pelukan Prabowo di rumah duka menjadi saksi bisu: tentang seorang ibu yang kehilangan, seorang ayah yang berusaha tegar, dan seorang Presiden yang menundukkan kepala di hadapan duka rakyatnya. (*)

Editor: Ruslan Sangadji