JAKARTA, KAIDAH.ID – Anggota DPR RI yang juga musisi sekaligus pencipta lagu, Melly Goeslaw bersama Once Mekel resmi mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hak Cipta dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Senin, 22 September 2025.
RUU ini diusulkan untuk menggantikan UU No. 28 Tahun 2014, yang dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan era digital.
Melly Goeslaw menyebut ada tiga urgensi yang melatarbelakangi pengusulan RUU ini. Pertama, RUU Hak Cipta telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025. Kedua, tindak lanjut atas Putusan MK No. 85/PUU-XXI/2023 yang memperluas lingkup pusat perdagangan, termasuk platform digital berbasis *user generated content.
Kemudian yang ketiga, adanya ketidakjelasan mekanisme pembayaran royalti serta lemahnya pengawasan dan akuntabilitas lembaga pengelolaan royalti dalam UU eksisting.
“UU Hak Cipta 2014 sudah tidak lagi menjawab tantangan zaman. Era digital, AI, dan platform daring membutuhkan regulasi baru yang lebih adil bagi pencipta maupun masyarakat,” kata Melly dalam rapat Baleg.
Melly juga menjelaskan tentang kronoloi usulan RUU ini bermula dari surat permohonan inisiatif anggota DPR yang diajukan Melly Goeslaw pada 29 Oktober 2024. Selanjutnya, ia mengajukan penyusunan naskah akademik (NA) dan RUU Hak Cipta kepada Badan Keahlian DPR pada 20 November 2025.
Proses penyusunan melibatkan Tim Penyusun NAS dan RUU dari Pusat Perancangan UU Bidang Politik, Hukum, dan HAM, termasuk diskusi dengan pihak-pihak terdampak secara langsung. Sejumlah rapat evaluasi juga telah digelar, terakhir pada 21 dan 27 Agustus 2025 bersama pimpinan DPR, Kementerian Hukum, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, LMKN, LMK, serta perwakilan musisi dari AKSI dan VISI.
RUU Hak Cipta yang diusulkan Melly dan Once menekankan beberapa tujuan utama:
- Menyesuaikan regulasi dengan era digital dan teknologi AI.
- Memberikan perlindungan optimal bagi pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait.
- Menjamin kewajiban platform digital dalam pencegahan pelanggaran hak cipta.
- Melindungi ekspresi budaya tradisional dan karya berbasis AI.
- Meningkatkan kepastian hukum dan keseimbangan antara hak ekonomi pencipta dan akses publik.
Arah perubahan RUU ini mencakup lisensi digital, penguatan DRM, repositori digital, kewajiban audit lembaga pengelola royalti, hingga mekanisme pengelolaan royalti berbasis digital satu pintu oleh Komite Manajemen Kolektif.
Lantas bagaimana sikap Baleg DPR? Anggota Baleg DPR RI, I Ketut Suwendra, menegaskan revisi UU Hak Cipta 2014 memang mendesak, terutama soal tata kelola royalti musik. Menurutnya, kerap terjadi ketidakadilan baik bagi pengusaha kafe/restoran maupun pencipta lagu.
“Royalti yang diterima musisi sering tidak sesuai dengan frekuensi penggunaan karya mereka di lapangan,” kata Suwendra.
Sementara itu, anggota Baleg lainnya, Longki Djanggola, menekankan, perlindungan hak cipta bukan semata soal hukum, tetapi juga menyangkut kreativitas dan identitas bangsa.
Longki mendorong agar RUU mempertegas mekanisme perlindungan karya berbasis AI, tanggung jawab platform digital, serta pengawasan independen atas lembaga pengelola royalti.
“RUU ini harus menjamin keadilan, termasuk bagi pencipta dari daerah-daerah. Selama ini ada ketidaksetaraan antara pusat dan daerah. Perlindungan hak cipta harus merata, dari Sabang sampai Merauke,” ujarnya.
Melly Goeslaw berharap, RUU Hak Cipta baru dapat menjadi regulasi yang adaptif, modern, dan selaras dengan perkembangan teknologi global. “Ini bukan hanya tentang musisi besar di kota, tapi juga seniman daerah, pencipta muda, dan generasi kreatif Indonesia yang harus terlindungi di era digital,” tegasnya.
Editor: Ruslan Sangadji

Tinggalkan Balasan