PALU, KAIDAH.ID – Laporan terhadap Fuad Plered di Polda Sulawesi Tengah, terus menjadi perhatian. Di tengah munculnya desakan agar laporan itu dicabut, dua pelapor, KH Husen Habibu dan Hermanto, justru menunjukkan keteguhan sikap yang tak tergoyahkan. Mereka menolak tunduk pada tekanan siapa pun.
KH Husen Habibu kepada Kaidah.ID, Senin, 20 Oktober 2025, dengan suara bergetar namun penuh keyakinan menegaskan, laporan tersebut bukan atas nama lembaga mana pun, melainkan atas nama pribadi.
Ia menegaskan, langkahnya dilandasi kecintaan dan penghormatan yang tulus terhadap pendiri Alkhairaat, Al-Habib Sayyid Idrus bin Salim Aljufri — sosok yang dikenal luas sebagai Guru Tua.
“Saya cinta Guru Tua. Saya tidak akan cabut laporan itu sampai kapan pun. Apa pun konsekuensinya,” tegas KH Husen Habibu dengan nada penuh keteguhan.
Pernyataan itu menjadi penegasan moral di tengah isu yang berembus bahwa pelapor akan dijatuhi sanksi apabila tidak memenuhi permintaan untuk mencabut laporan. Namun, bagi KH Husen, ini bukan perkara pribadi atau kepentingan kelompok. Ini adalah soal harga diri dan prinsip sebagai abnaulkhairaat, soal menjaga kehormatan Guru Tua yang telah menjadi panutan jutaan umat.
“Saya tidak bergerak atas nama lembaga. Saya melapor sebagai abnaulkhairaat, sebagai murid yang cinta dan hormat kepada Guru Tua,” ujarnya mantap.
Husen Habibu juga telah dimintai keterangan oleh penyidik Polda Sulawesi Tengah terkait laporan terhadap Fuad Plered tersebut. Ia menjelaskan dengan tegas dasar pelaporannya serta alasan moral di balik tindakannya.
Menurutnya, laporan itu bukan sekadar bentuk ketidaksenangan pribadi, melainkan wujud kecintaan dan penghormatan terhadap warisan perjuangan Guru Tua.
Sikap KH Husen Habibu mendapat resonansi luas. Di berbagai daerah, terutama di kawasan timur Indonesia, ribuan Abnaulkhairaat menyatakan dukungan moral. Mereka menilai ketegasan KH Husen adalah cerminan keberanian seorang murid yang tak gentar membela marwah pendirinya.
Di tengah derasnya tekanan dan bisikan politik yang mencoba melemahkan langkahnya, KH Husen tetap tenang. Baginya, kebenaran tidak bisa ditawar. Laporan yang telah dibuat harus diproses hukum secara terbuka, tanpa intervensi siapa pun.
“Ini bukan tentang siapa yang berkuasa, ini tentang kebenaran. Kalau kita diam, maka marwah Guru Tua diinjak. Saya tidak akan biarkan itu terjadi,” katanya dengan suara lantang.
Ketegasan KH Husen Habibu menjadi sinyal keras, bahwa kasus ini tidak bisa diselesaikan dengan kompromi di luar hukum. Sebab, di balik laporan itu ada luka, ada perasaan tersinggung, dan ada panggilan nurani untuk menjaga warisan moral dan spiritual dari seorang ulama besar yang dihormati lintas generasi.
“Panggilan nurani itu lebih tinggi dari segala tekanan duniawi,” tandasnya. (*)
Editor: Ruslan Sangadji


Tinggalkan Balasan