MAHALONA, KAIDAH.ID – Tim Ekspedisi Patriot IPB University bersama Kementerian Transmigrasi, menggelar Focus Group Discussion (FGD) Pemetaan dan Pengembangan Komoditas Unggulan pada Sektor Pertanian di Kawasan Transmigrasi Mahalona, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, pada Senin, 6 Oktober 2025, di Kantor Desa Libukan Mandiri (SP1).
Kegiatan ini menjadi ajang pertemuan antara akademisi, pemerintah daerah, dan masyarakat transmigrasi untuk membahas berbagai persoalan yang selama ini menghambat produktivitas pertanian di kawasan Mahalona.
FGD dihadiri oleh perwakilan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Luwu Timur, Balai Penyuluhan Pertanian Towuti, pemerintah desa, GAPOKTAN, serta pelaku usaha tani. Diskusi berlangsung dinamis, menyoroti tiga masalah utama di lima desa transmigrasi (SP1 hingga SP5): keterbatasan irigasi, jalan produksi yang rusak, dan minimnya sarana pertanian.
Mayoritas kelompok tani mengeluhkan kondisi pengairan yang buruk, terutama di Desa Kalosi, Tole, dan Buangin. Ketiganya masih mengandalkan air dari hulu yang debitnya tak menentu. Akibatnya, masa tanam sering tertunda dan hasil panen padi menurun drastis.
“Untuk menyeberangi Sungai Lampesue saja, petani harus membayar Rp25.000 per karung gabah,” kata Sarengat, perwakilan Gapoktan Kalosi.
Selain irigasi, para petani juga menyoroti biaya transportasi hasil pertanian yang tinggi akibat jalan dan jembatan yang rusak parah. Kondisi itu membuat harga jual hasil panen menjadi tidak sebanding dengan biaya produksi.
Di sisi lain, serangan hama tikus dan penyakit busuk akar turut menjadi ancaman serius. Petani lada mengaku kesulitan mengendalikan penyakit karena kurangnya pendampingan teknis dan terbatasnya alat pertanian.
Perwakilan Dinas Pertanian Luwu Timur mengakui, koordinasi antarinstansi dan efisiensi anggaran menjadi tantangan tersendiri pada tahun 2025. Namun pihaknya telah mengusulkan bantuan alsintan, traktor, benih, serta pembangunan jalan tani, sambil mendorong sistem tanam serentak untuk mengurangi serangan hama.
Ketua Tim A Ekspedisi Patriot, Wahyu Iskandar, mengatakan, hasil FGD akan menjadi dasar penyusunan rekomendasi teknis dan peta evaluasi lahan transmigrasi yang kini tengah disusun. Ia menjelaskan, kawasan Mahalona memiliki potensi besar dalam pengembangan padi, lada, dan nilam, namun produktivitas masih terhambat oleh pH tanah yang rendah, keterbatasan irigasi, dan kesalahan manajemen pupuk.
Ketua Tim B, Tekad Urip Pambudi, menambahkan, perbaikan kualitas tanah menjadi langkah mendesak. “Rata-rata pH tanah di Mahalona masih rendah. Pupuk ayam yang tidak difermentasi dengan baik justru menimbulkan jamur dan busuk akar. Pengapuran dolomit sebaiknya dilakukan dua minggu sebelum tanam, bukan dicampur langsung dengan pupuk,” ujarnya.
Dalam diskusi juga muncul usulan pembentukan Tim Ekspedisi Bendungan Mahalona dari Gapoktan Tole, yang menilai pembangunan bendungan besar akan menjadi solusi jangka panjang bagi masalah pengairan dan peningkatan produktivitas pertanian di kawasan tersebut.
Dari hasil FGD, Tim Ekspedisi Patriot IPB bersama masyarakat dan pemerintah daerah merumuskan tiga rekomendasi utama, yaitu:
1. Pembangunan bendungan dan perbaikan jaringan irigasi sebagai prioritas utama kawasan.
2. Rehabilitasi jalan dan jembatan produksi untuk menekan biaya logistik pertanian.
3. Peningkatan kapasitas petani melalui pelatihan pengelolaan tanah dan hama berbasis teknologi tepat guna.
FGD ini membuktikan pentingnya pendekatan partisipatif dalam perencanaan pembangunan. Melalui kolaborasi lintas pihak, arah pembangunan transmigrasi di Mahalona diharapkan dapat bergerak menuju hilirisasi dan industrialisasi pertanian yang berkelanjutan, sekaligus menjawab harapan warga transmigrasi yang selama ini menanti janji pembangunan. (*)
Pewarta: Aldi Ferdiansyah

Tinggalkan Balasan