JAKARTA Di AKHIR OKTOBER, terasa berbeda bagi puluhan perempuan muda berhijab yang datang dari berbagai penjuru Indonesia. Mereka bukan sekadar berkumpul, tetapi membawa semangat besar untuk belajar menjadi pemimpin. Di ruang pelatihan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Dalam Negeri, semangat itu mengkristal dalam satu tujuan: membangun kepemimpinan perempuan yang berakar pada nilai Islam dan kebangsaan.
Korps HMI-Wati Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (Kohati PB HMI) baru saja menuntaskan pelaksanaan Sekolah Pimpinan Kohati 2025, yang berlangsung selama enam hari, dari 26 hingga 31 Oktober 2025.
Mengusung tema “KOHATI 5.0: Menguatkan Identitas Kepemimpinan Perempuan Menuju Cita-Cita Bangsa Indonesia”, kegiatan ini menjadi wadah pembentukan karakter dan visi bagi calon-calon pemimpin perempuan masa depan.
Sejak hari pertama, suasana pelatihan terasa intens. Para peserta, yang merupakan Ketua Umum Kohati Cabang dan Kohati Badan Koordinasi dari seluruh Indonesia, mengikuti rangkaian diskusi dan lokakarya yang membedah berbagai isu strategis. Mereka mengaji tentang kepemimpinan transformasional perempuan, keadilan sosial dan gender, digital leadership, hingga penguatan nilai dasar perjuangan HMI.
Bukan hanya ruang teori, Sekolah Pimpinan Kohati juga membuka ruang refleksi. Di setiap sesi, peserta diajak merenungi arti menjadi pemimpin perempuan dalam konteks zaman yang berubah cepat. Dari situ, muncul kesadaran bahwa menjadi pemimpin bukan hanya soal kemampuan intelektual, melainkan juga soal moral, spiritual, dan kepekaan sosial.
Ketua Umum Kohati PB HMI, Sri Meisista, menyebut, kegiatan ini sebagai bentuk transformasi kaderisasi perempuan HMI menuju era baru.
“Kohati 5.0 adalah gerakan perempuan HMI yang siap menghadapi tantangan zaman tanpa kehilangan nilai. Kita ingin melahirkan pemimpin yang cakap berpikir, tangguh secara moral, dan memiliki pandangan kebangsaan yang kuat,” katanya dalam sesi pembukaan.
Bagi Meisista, tantangan terbesar perempuan hari ini bukan lagi soal akses, melainkan keberanian untuk tampil dan memimpin dengan karakter yang autentik. Dunia yang terus terdigitalisasi, membutuhkan pemimpin yang mampu beradaptasi tanpa kehilangan arah.
Selama enam hari itu, setiap diskusi menjadi ruang tumbuh bagi para peserta. Ada yang datang dari cabang di timur Indonesia, ada pula dari wilayah barat; namun semangat mereka sama — menjadi bagian dari gerakan perempuan Islam yang bernilai dan berdampak.
Selain memperdalam materi, Sekolah Pimpinan Kohati juga menjadi tempat menjalin jaringan dan solidaritas. Para peserta saling bertukar pengalaman, membangun rencana kolaborasi, dan berbagi visi untuk memperkuat peran perempuan di berbagai sektor — mulai dari sosial, ekonomi, hingga politik.
“Kami tidak ingin perempuan hanya menjadi pelengkap dalam struktur sosial. Kami ingin perempuan menjadi pelaku perubahan, pemimpin yang berani mengambil peran di ruang publik,” kata Meisista menegaskan.
Di penghujung kegiatan, semangat itu semakin terasa. Sekolah Pimpinan Kohati 2025 bukan sekadar forum pelatihan, melainkan perjalanan membangun kesadaran dan identitas kepemimpinan perempuan yang kokoh.
Dengan semangat “Kohati Bernilai untuk Indonesia”, para kader perempuan HMI kini membawa pulang bekal lebih dari sekadar ilmu. Mereka membawa tanggung jawab — untuk terus menyalakan api perubahan di ruang-ruang sosial, akademik, dan politik, demi terwujudnya generasi perempuan tangguh menuju Indonesia Emas 2045. (*)
Editor: Ruslan Sangadji
Sekolah Pimpinan Kohati 2025: Menempa Kepemimpinan Perempuan di Era Disrupsi
Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini


Tinggalkan Balasan