SUASANA KHIDMAT terasa di Gedung Rektorat Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) pada Rabu, 12 November 2025 siang. Di ruang yang dipenuhi para akademisi dan tamu undangan itu, berlangsung sebuah momen penting: pelantikan dan serah terima jabatan Rektor UICI untuk periode 2025-2029.

Di antara tamu yang hadir, sosok Prof. Dr. Siti Zuhro, M.A., Ketua Majelis Pendidikan Tinggi KAHMI (MPTK), tampil memberikan sambutan yang menggugah. Dengan nada hangat dan penuh penghargaan, ia menuturkan rasa hormatnya kepada Prof. Dr. Laode Masihu Kamaluddin, M.Sc., M.Eng., rektor pertama UICI yang baru saja menuntaskan masa baktinya.

“Saya sangat menghargai semua dedikasi dan pencapaian yang dilakukan oleh Bang Laode Masihu Kamaluddin sebagai rektor pertama,” ucap Prof. Siti Zuhro.

“Tahun-tahun awal memimpin UICI tentu penuh tantangan, masalah, dan peluang, namun beliau mampu melewatinya dengan luar biasa,” tambahnya.

Ucapan itu bukan basa-basi. Di bawah kepemimpinan Prof. Laode, UICI, universitas digital pertama di Indonesia, berhasil menancapkan eksistensinya di tengah dinamika dunia pendidikan tinggi yang berubah cepat. Sebuah capaian yang tidak mudah, terutama di masa transisi menuju model pembelajaran berbasis digital yang sepenuhnya baru di Tanah Air.

“Atas nama MPTK, kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Laode Kamaluddin yang telah mendedikasikan dirinya memimpin UICI dengan penuh pengorbanan dan komitmen,” lanjutnya.

Namun acara hari itu bukan hanya tentang perpisahan. Di hadapan hadirin, Prof. Siti juga menyampaikan ucapan selamat kepada Rektor baru UICI, Prof. Asep Saefudin, yang dilantik untuk masa jabatan 2025–2029. Harapannya jelas: agar di bawah kepemimpinan baru ini, UICI terus berkembang dan memberi manfaat lebih luas bagi umat dan bangsa.

“Ibarat manusia, UICI masih balita, baru seumur jagung. Masih banyak hal yang perlu disempurnakan agar mampu memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kemaslahatan umat dan anak bangsa,” katanya lembut.

Menegaskan Visi dan Misi

Dalam sambutannya, Prof. Siti Zuhro tak lupa menegaskan kembali visi besar UICI sebagai universitas yang unggul dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis budaya digital, nilai-nilai keislaman, dan keindonesiaan.

“UICI tidak boleh hanya fokus pada teknologi. Ia juga harus menjadi lembaga pendidikan yang membentuk karakter dan memberi kontribusi sosial yang nyata,” tuturnya.

Menurutnya, salah satu misi penting UICI, adalah menyelenggarakan pendidikan digital yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan zaman, sekaligus melahirkan lulusan yang kompeten, berkarakter Islami, dan berdaya saing tinggi.

Tantangan Pendidikan Tinggi

Namun di balik apresiasi dan optimisme itu, Prof. Siti Zuhro juga menyoroti kenyataan pahit dunia pendidikan tinggi Indonesia. Akses masyarakat terhadap perguruan tinggi masih sangat terbatas.

“Pendidikan tinggi di Indonesia masih sangat elitis. Hanya sebagian kecil masyarakat yang bisa menikmati bangku kuliah,” ungkapnya.

Data menunjukkan, hanya sekitar 4,4 persen penduduk Indonesia yang menempuh pendidikan hingga jenjang sarjana, sekitar 12 hingga 13 juta jiwa dari total populasi.

Di sinilah, menurutnya, UICI memainkan peran strategis. Sebagai universitas digital, UICI diharapkan mampu menjadi solusi bagi keterbatasan itu, membuka akses seluas-luasnya bagi anak bangsa untuk memperoleh pendidikan tinggi yang terjangkau, fleksibel, dan inklusif.

Selain itu, Prof. Siti juga menyinggung penurunan peringkat daya saing global Indonesia dari posisi 34 ke 47 dunia. Ia menyebut fenomena itu sebagai “peringatan keras” bahwa reformasi struktural di bidang pendidikan dan inovasi masih jauh dari selesai.

“Penurunan ini bukan sekadar angka. Ini adalah tanda bahwa kita belum bergerak cukup cepat untuk memperkuat fondasi pembangunan manusia Indonesia,” paparnya.

Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

Di akhir sambutannya, Prof. Siti Zuhro menyerukan ajakan moral kepada seluruh sivitas akademika UICI agar terus berkontribusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui inovasi pendidikan digital.

“Tantangan kita berat, tetapi bukan berarti harus menyerah. Kewajiban kita sebagai manusia adalah bekerja keras. Di mana ada kemauan, di situ ada jalan,” terang Siti Zuhro.

Ucapan itu menutup acara dengan gema optimisme. Di luar gedung, langit Jakarta tampak teduh, seolah ikut menyambut babak baru perjalanan UICI—universitas muda yang membawa cita-cita besar: mencerdaskan bangsa dengan semangat digital, keislaman, dan keindonesiaan. (*)

(Ruslan Sangadji)