GUBERNUR MALUKU UTARA, Sherly Tjoanda, kembali meluruskan sejumlah informasi yang berkembang terkait kepemilikan saham tambang dan dugaan campur tangan dalam proses perizinan. Dalam podcast bersama Denny Sumargo yang tayang pada Rabu, 18 November 2025, Sherly menegaskan bahwa sebagian besar pemberitaan selama ini tidak akurat.
“Sekitar 70 persen yang beredar itu tidak benar,” tegasnya.
Sherly mengakui memegang saham di beberapa perusahaan tambang yang beroperasi di Maluku Utara. Namun ia menegaskan seluruh saham tersebut merupakan warisan dari mendiang suaminya, Benny Laos.
“Sejak awal saya transparan. Saya punya saham karena turun waris ke saya dan anak-anak,” ujarnya.
Sherly mengatakan ia telah berkonsultasi langsung dengan KPK, BPK, dan Kejaksaan Agung sebelum menjabat. Menurutnya, lembaga-lembaga itu menyatakan bahwa pejabat publik yang memiliki usaha lebih dulu tidak melanggar aturan, asalkan tidak menjabat sebagai pengurus.
“Sebelum dilantik, saya keluar dari semua kepengurusan perusahaan,” katanya.
Saham tersebut juga tercatat lengkap dalam LHKPN, termasuk catatan kepemilikannya sejak 2018, 2020, dan bahkan sebelum tahun-tahun tersebut.
Tidak Pernah Menandatangani Izin Tambang
Sherly membantah keras tuduhan bahwa ia dengan mudah menandatangani izin tambang untuk kepentingan pribadi.
“Saya belum pernah menandatangani satu pun izin tambang sejak saya menjabat sampai sekarang,” tegasnya.
Bahkan secara aturan, kata Sherly, gubernur tidak berwenang menerbitkan atau memperpanjang IUP. Kewenangan itu berada di tangan Menteri ESDM. Gubernur hanya memberi rekomendasi atas wilayah yang berpotensi menjadi WIUP.
“Jadi isu bahwa saya tanda tangan izin, itu tidak benar sama sekali,” ujarnya.
Sherly juga menyebut, hanya satu perusahaan tambang yang sahamnya dimiliki keluarganya, yakni Karya Wijaya, dan itu pun baru beroperasi pada tahun ini berdasarkan izin yang terbit jauh sebelum ia menjabat gubernur.
Audit Lingkungan dan Pemeriksaan IUP
Menanggapi isu lingkungan, Sherly menyampaikan bahwa BPK RI sudah memeriksa langsung lokasi operasi Karya Wijaya. Ia juga mengirim tim independen yang memastikan tidak ada temuan dampak lingkungan.
“Saya juga telepon langsung masyarakat di sana. Tidak ada laporan masalah lingkungan,” katanya.

Pemeriksaan BPK dilakukan sebagai bagian dari kerja sama meningkatkan pendapatan daerah, terutama terkait pajak permukaan tanah dan pajak alat berat pada seluruh IUP.
Ketika Dinas ESDM meminta izin sebelum BPK turun ke lapangan, Sherly menjawab tegas: “Saya nothing to hide (tidak ada yang saya sembunyikan. Turun saja ke lokasi.”
Sherly menegaskan, seluruh operasional perusahaan tambang yang terkait dengan warisan mendiang suamiya, dijalankan profesional.
“Saya tidak terlibat sama sekali dalam operasional tambang. Saya tidak mau ada conflict of interest,” ujarnya.
Jika ada pelanggaran lingkungan, ia memastikan hal itu akan diproses oleh Kementerian ESDM sesuai kewenangan yang berlaku.
Fokus Pendidikan dan Kesehatan Gratis
Menjawab pertanyaan mengapa ia belum mengurus sektor tambang, Sherly mengatakan, prioritas awal pemerintahannya adalah pendidikan dan kesehatan gratis, janji kampanye yang mengharuskannya mengutamakan alokasi anggaran.
“Mengurus dua hal itu saja sudah pusing. Saya datang, duitnya tidak ada. APBD sudah disahkan sebelumnya. Saya harus belajar birokrasi dari nol,” katanya.
Ia memanfaatkan Inpres 01/2025 untuk melakukan efisiensi dan pergeseran anggaran, sehingga program layanan dasar bisa berjalan dalam 100 hari kerja.
Pemotongan DAK dan Tantangan Infrastruktur
Gubernur Sherly Tjoanda mengungkapkan, pembangunan infrastruktur 2025 tersendat akibat pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK) oleh pemerintah pusat.
“Maluku Utara itu 100 persen infrastruktur dari DAK. Ketika DAK dihapus, anggarannya jadi nol. Tidak bisa bangun jalan dan jembatan sama sekali,” jelasnya.
Melalui efisiensi perjalanan dinas, makan minum, dan belanja lainnya, Pemprov berhasil menghemat Rp245 miliar dan menyisihkan Rp187 miliar khusus untuk infrastruktur.
Terkait isu uang APBD mengendap, Sherly menegaskan Malut tidak termasuk dalam daftar provinsi yang bermasalah. Namun ia mengakui tahun depan akan ada pemotongan anggaran sebesar 20–25 persen atau sekitar Rp800 miliar.
“Dari Rp3,5 triliun hilang Rp800 miliar itu banyak. Tapi ya kita sudah menerima,” ujarnya.
Sempat Terancam Diimpeach
Gubernur Sherly Tjoanda juga mengungkapkan bahwa efisiensi anggaran sempat membuatnya berada di ujung ancaman pemakzulan. Hal itu terjadi karena pergeseran anggaran melalui pergub yang tidak melibatkan DPRD, sesuai aturan Inpres 01/2025.
“Saya sempat mau diimpeach. Tapi setelah DPRD ke Kemendagri dan mendapat penjelasan bahwa aturannya memang begitu, akhirnya mereka terima,” jelasnya.
Sherly menegaskan, penggeseran anggaran hanya digunakan untuk tiga hal: pendidikan gratis, kesehatan gratis, dan infrastruktur.
Sherly meminta masyarakat tidak heran jika urusan tambang belum banyak disentuh pemerintahannya.
“Memang belum. Waiting list. Belum sampai ke situ. Sabar,” katanya. (*)
(Ruslan Sangadji)

Tinggalkan Balasan