PAGI ITU, JUMAT 21 NOVEMBER 2025, aroma masakan yang hangat menyambut Menteri Republik Indonesia (Menkum RI), Supratman Andi Agtas, ketika langkahnya memasuki dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi Polda Sulawesi Tengah ((SPPG Polda Sulteng).

Di balik pintu dapur yang tertutup rapat, para petugas bekerja dalam ritme yang teratur, hampir tanpa suara, seolah memahami bahwa setiap gerakan mereka adalah bagian dari tugas yang lebih besar: memastikan anak-anak Indonesia mendapatkan makanan bergizi yang aman.

Supratman Andi Agtas berdiri sejenak di ambang pintu, memperhatikan satu per satu proses penyajian. Wajahnya terlihat serius, tetapi sesekali mengangguk kecil. “Setelah saya melihat standar pelayanan dan kualitas penyajian makanan, SPPG Polda Sulteng layak menjadi contoh bagi SPPG di daerah ini,” katanya dengan nada puas.

Di balik pujian itu, tersimpan pesan yang jauh lebih dalam. Bagi Menteri Hukum, kualitas pelayanan Makan Bergizi Gratis (MBG) bukan sekadar program pemerintah, melainkan investasi yang akan menentukan arah Indonesia menuju 2045. Jika generasi penerus dibangun dari makanan yang tidak memenuhi standar gizi atau sanitasi, maka masa depan itu sendiri menjadi rapuh.

Karena itulah, standar kualitas SPPG dirumuskan dengan ketat: mulai dari komposisi gizi, keamanan pangan, hingga kebersihan dapur dan manajemen yang transparan. Dan pagi itu, Menkum Supratman Andi Agtas menyaksikan sendiri bagaimana standar itu diterjemahkan di lapangan.

Di dapur SPPG Polda Sulteng, area memasak dipisahkan dari area kerja lainnya. Para petugas mengenakan penutup kepala, masker, dan sarung tangan.

Tidak ada percakapan berlebih; yang ada hanya disiplin yang mengalir dari satu meja ke meja berikutnya. “Konsistensi seperti ini penting. Jangan pernah mengabaikan kehigienisan makanan. Dampaknya bisa fatal,” tegasnya.

Bagi sebagian orang, dapur mungkin hanya ruang biasa. Tapi di sini, dapur menjadi ruang strategis, tempat masa depan generasi disiapkan dalam panci dan loyang, dalam ukuran gram dan suhu, dalam kehati-hatian dan kesungguhan.

Kapolda Sulawesi Tengah, Irjen Pol Endi Sutendi, yang mendampingi kunjungan tersebut, memahami betul pesan yang disampaikan. Dengan sikap tenang ia menegaskan, SPPG bukan hanya soal menyediakan makanan, tetapi juga soal tanggung jawab moral.

“Kami berkomitmen menjaga kualitas layanan pemenuhan gizi, karena standar yang baik adalah tanggung jawab kami kepada masyarakat,” ujarnya.

Bagi Endi, pujian dari kementerian bukan sekadar penghargaan, tetapi energi baru untuk terus membenahi apa yang masih perlu ditingkatkan. Dukungan dari pemerintah pusat menjadi semacam restu agar SPPG Polda Sulteng dapat terus menjadi panutan di wilayah Sulawesi Tengah, dan mungkin, di masa depan, lebih luas dari itu.

Di akhir kunjungan, Supratman Andi Agtas kembali menegaskan harapannya. Program MBG, kata dia, bukan sekadar angka, anggaran, atau laporan. Tetapi bagian dari strategi besar menyiapkan anak-anak Indonesia untuk memasuki era Indonesia Emas 2045. “Pengelola SPPG jangan melakukan kesalahan. Patuhilah rambu-rambu yang sudah ditetapkan,” pesannya.

Ketika rombongan meninggalkan dapur, para petugas kembali pada ritme mereka. Panci-panci besar terus mengepul, sayuran disortir dengan teliti, nasi diukur dalam takaran yang konsisten. Mereka bekerja dalam diam, tetapi hasil dari kerja itu bisa menentukan masa depan.

Di ruang sederhana itu, masa depan bangsa sedang diracik—sendok demi sendok, dengan standar yang dijaga ketat, dan dengan harapan yang disampaikan langsung dari seorang Menteri Hukum RI, Supratman Andi Agtas. (*)

(Ruslan Sangadji)