Sedangkan belanja negara hingga Oktober 2025 senilai Rp 2.593 triliun, atau setara 73,5% dari proyeksi atau outlook belanja sampai akhir tahun senilai Rp 3.527,5 triliun. Total belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1.879,6 triliun atau 70,6% dari outlook, dan transfer ke daerah sebesar Rp 713,4 triliun atau 82,6% dari outlook.

OUTLOOK EKONOMI TAHUN 2026

Tahun 2026 merupakan ujian yang sesungguhnya bagi Pemerintah untuk menunjukkan kinerja ekonominya. Kebijakan fiskal dan program prioritas Pemerintah yang disusun dalam APBN 2026, akan menjadi efek pengungkit target pertumbuhan ekonomi. Delapan agenda prioritas akan menjadi penentu laju pertumbuhan ekonomi, di tengah tantangan global, yang memerlukan pelaksanaan program yang optimal untuk mendorong ketahanan nasional dan kesejahteraan masyarakat.

Desain kebijakan fiskal tahun 2026 yang disepakati bersama antara Pemerintah dan DPR, memiliki pendekatan yang lebih implementatif terhadap belanja langsung ke masyarakat. Dalam kebijakan fiskal tahun 2026, kebijakan belanja langsung mendapat prioritas lebih besar dibandingkan belanja tidak langsung. Dari Rp 3.842,7 triliun anggaran Belanja Negara, Pemerintah mengalokasikan anggaran langsung sebesar Rp2.070 triliun atau setara dengan 53,87%.

Sedangkan belanja tindak langsung sebesar Rp1.772,7 triliun atau setara dengan 46,13%. Anggaran belanja langsung bersumber dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.377 triliun dan dari transfer ke daerah sebesar Rp 693 triliun.

Belanja langsung melalui program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Daerah Merah Putih (KDMP), Program Keluarga Harapan (PKH), ketahanan pangan, kartu sembako dll, diharapkan akan menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi tahun 2026.

Selain itu, program prioritas Pemerintah tersebut diharapkan akan memberikan dampak signifikan dan multiplier effect bagi perekonomian nasional dengan menggerakkan UMKM, mendorong pertumbuhan sektor pertanian, membuka lapangan kerja, meningkatkan konsumsi domestik. Pendekatan fiskal dalam APBN tahun 2026 memberikan dampak terhadap alokasi anggaran transfer ke daerah yang mengalami penyusutan.

Dalam APBN 2026, alokasi TKD sebesar Rp 693 triliun atau mengalami penyusutan sebesar 22,36%, dibandingkan dengan alokasi TKD dalam APBN 2025 yang mencapai Rp848 triliun. Penurunan ini disebabkan oleh pergeseran anggaran TKD ke belanja pusat untuk mendukung program prioritas nasional yang menyasar langsung masyarakat di daerah. Kita berharap, Pemerintah Pusat dan Daerah bisa menyelaraskan kebijakan ini menjadi inovasi dan terobosan baru untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Tantangan ekonomi tahun 2026 masih cukup tinggi. Ketidakpastian kondisi global seperti ketegangan perdagangan, gejolak geopolitik, dan perlambatan ekonomi Tiongkok serta stabilitas ekonomi Amerika Serikat. Selain itu, fluktuasi sejumlah harga komoditas utama Indonesia juga bisa menjadi risiko eksternal yang perlu terus kita wasapadai. Oleh sebab itu, menjaga stabilitas politik domestik dan bauran kebijakan fiskal-moneter yang pruden, inovatif dan berkelanjutan menjadi kunci untuk mencapai target pertumbuhan yang lebih baik.

Di tengah perlambatan ekonomi global yang dipredeiksi oleh sejumlah lembaga Internasional, IMF, World Bank, OECD dan ADB dalam bentang 4,8% hingga 5,0%. Tapi dengan melihat sejumlah langkah dan kebijakan yang sudah dilakukan oleh Pemerintah untuk mengantisipasi perlambatan ekonomi tahun 2026, kita yakin perekonomian nasional bisa tumbuh 5,4% hingga 5,6% tahun 2026. Semuanya akan sangat tergantung, bagaimana kita mengantisipasi kondisi global dan memperkuat kebijakan fiskal dan moneter untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. (*)

Editor: Ruslan Sangadji