JAKARTA, KAIDAH.ID – Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI, Muhidin Mohamad Said, menyatakan tahun 2026 akan menjadi ujian sesungguhnya bagi pemerintah dalam menunjukkan kinerja pengelolaan ekonomi nasional.

“Tahun 2026 merupakan ujian yang sesungguhnya bagi Pemerintah untuk menunjukkan kinerja ekonominya. Kebijakan fiskal dan program prioritas yang disusun dalam APBN 2026 akan menjadi pengungkit utama pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Muhidin dalam refleksi akhir tahun 2025 dan outlook ekonomi 2026 yang diterima kaidah.ID, Senin, 15 Desember 2025.

Muhidin menegaskan, sepanjang 2025 perekonomian nasional masih berada pada jalur yang sesuai dengan target. “Sampai dengan Triwulan III-2025, pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,04 persen. Kami berharap pada Triwulan IV-2025 pertumbuhan bisa berada di kisaran 5,2 hingga 5,4 persen, sehingga secara keseluruhan ekonomi 2025 dapat tumbuh sekitar 5,2 persen,” kata anggota Fraksi Partai Golkar ini.

Politisi senior Partai Golkar ini juga menyoroti bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. “Bencana ini meninggalkan duka mendalam bagi bangsa dan menjadi pelajaran penting agar pembangunan nasional selalu selaras dengan upaya menjaga kelestarian alam,” kata Muhidin.

Sebagai pimpinan Badan Anggaran DPR RI, Muhidin menyatakan dukungan terhadap kesiapan pemerintah mengalokasikan anggaran penanganan bencana. “Kami mendukung alokasi anggaran sebesar Rp60 triliun untuk penanganan banjir bandang dan longsor, agar proses tanggap darurat hingga pemulihan pascabencana dapat berjalan cepat dan efektif,” tegasnya.

Muhidin juga menyinggung kinerja neraca perdagangan Indonesia yang tetap positif.

“Neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus US$35,88 miliar sepanjang Januari hingga Oktober 2025 dan telah surplus selama 66 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Ini menunjukkan daya tahan ekonomi kita masih cukup kuat,” sebutnya.

Namun demikian, Muhidin Mohamad Said mengakui masih adanya tantangan pada sisi penerimaan negara. “Realisasi penerimaan pajak hingga Oktober 2025 baru sekitar 70,2 persen dari outlook, sehingga ke depan perlu penguatan kebijakan untuk menjaga kesinambungan fiskal,” katanya.

Terkait APBN 2026, Muhidin menekankan perubahan arah kebijakan fiskal yang lebih berpihak langsung kepada masyarakat. “Dalam APBN 2026, dari total belanja negara sebesar Rp3.842,7 triliun, pemerintah mengalokasikan belanja langsung sebesar Rp2.070 triliun atau 53,87 persen. Ini menunjukkan keberpihakan yang lebih kuat pada belanja yang langsung dirasakan masyarakat,” jelasnya.

Menurut Muhidin, belanja langsung tersebut akan difokuskan pada program prioritas pemerintah. “Program seperti Makan Bergizi Gratis, Koperasi Desa Merah Putih, Program Keluarga Harapan, ketahanan pangan, dan kartu sembako diharapkan menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi tahun 2026,” katanya.

Ia juga menyinggung penurunan alokasi transfer ke daerah dalam APBN 2026. “Alokasi TKD sebesar Rp693 triliun memang mengalami penurunan dibandingkan 2025. Ini merupakan konsekuensi dari pergeseran anggaran ke belanja pusat untuk mendukung program prioritas nasional yang langsung menyasar masyarakat di daerah,” paparnya.

Menghadapi tantangan global, Muhidin menilai stabilitas kebijakan menjadi kunci. “Ketegangan perdagangan, gejolak geopolitik, perlambatan ekonomi global, dan fluktuasi harga komoditas harus diantisipasi dengan bauran kebijakan fiskal dan moneter yang pruden, inovatif, dan berkelanjutan,” tegasnya.

Meski demikian, Muhidin optimistis terhadap prospek ekonomi nasional. “Dengan langkah-langkah yang telah disiapkan pemerintah, kami optimistis perekonomian nasional pada 2026 dapat tumbuh di kisaran 5,4 hingga 5,6 persen, di tengah perlambatan ekonomi global,” tandas anggota DPR RI dapil Sulawesi Tengah ini. (*)

(Ruslan Sangadji)