TORATA SEBAGAI FILOSOFI MELAYANI

Tak mengenal kelas sosial, tak memandang jabatan, tak pandang suku agama dan ras. Semuanya sama, bersatu dalam semangat kemanusiaan di dalam group Roa Jaga Roa itu. Tak heran, jika ada yang mulai menyinggung soal ras, admin group langsung mengeluarkannya.

“Kita hanya bicara kemanusiaan, kita bicara tentang  membantu warga yang sedang isoman karena terpapar Virus Corona, kita hanya bicara mengenai penanganan Covid-19. Kalau sudah bicara SARA, akan ditendang dari group,” kata Abdi K. Mari, salah seorang admin group Roa Jaga Roa.

Arman Armani dan Tim | Foto: Roa Jaga Roa

Roa Jaga Roa, terlahir dari kesadaran sejumlah anak muda Palu yang sering berkumpul di Radio Nebula. Kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan, kesadaran pentingnya baku bantu antarsesama, kesadaran baku jaga sesama teman. Semangat itulah yang menginspirasi sehingga bernama Roa Jaga Roa (Teman Jaga Teman). Roa berasal dari Bahasa Kaili — etnis asli Lembah Palu — yang berarti teman. Roa Jaga Roa berarti teman jaga teman (meskipun seharusnya Roa Jagai Roa).

Ratusan orang Palu dan Sigi diurus oleh Relawan Roa Jaga Roa. Meskipun mereka adalah warga yang sedang menikmati rasa sakit karena Virus Corona, tapi relawan ini tak menyebutnya sebagai pasien. Relawan ini menyebut warga yang isoman dengan torata yang berarti tamu. Torata juga berasal dari Bahasa Kaili.

Entah dari mana inspirasi menyebut warga yang isoman itu sebagai torata. Tetapi menurut Sudaryano Lamangkona, salah seorang Senior Relawan Roa Jaga Roa, mereka menyebut warga isoman sebagai torata, karena torata adalah raja, dan raja itu harus dilayani dengan baik.

“Bukankah dalam ajaran agama juga menyuruh kita untuk memuliakan tamu? Nah, itulah filosofi sebutan torata bagi warga isoman,” ujar Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Palu itu.