Di tahun emasnya, tahun ini, sayangnya, lagu itu mendayung polemik, karena hadir ke ruang publik, dinyanyikan Bupati Donggala, Kasman Lassa, figur publik yang mestinya jadi panutan bagi ikhtiar pembatasan kegiatan publik, karena massifnya penularan Covid-19. *
ADA yang ukurannya lebih kecil dari perahu. Bahasa Indonesia mengenalnya sebagai sampan, Bahasa Kaili menyebutnya Sakaya. Dalam bentuknya yang paling sederhana, sakaya bergerak lincah dan seimbang meski tanpa cadik, tanpa sema-sema.
Kesederhanaan sakaya dan kehidupan nelayan yang melatarinya, telah menginspirasi babak penting perjalanan kreatif Hasan M. Bahasyuan (1930-1987), legenda seni Tanah Kaili, yang menuliskan syair lagu Vose Sakaya di era akhir 60an.
Tiada catatan persis penanggalan, tentang kapan Vose Sakaya ditulis dan diabadikan dalam rekaman musik. Pada sebuah arsip penting lain tercatat, lagu riang itu diikutkan dalam sayembara lagu daerah se-Indonesia di Jakarta pada 1970.
Proses kreatif Hasan M. Bahasyuan berada di antara musik dan tari, komposer sekaligus koreografer, Palu dan Parigi, juga teluk di dua tempat itu. Vose Sakaya tergambar serupa perjalanan Sang Maestro.
Vose Sakaya, juga belasan lagu Hasan M. Bahasyuan lainnya yang seusia, telah ikut mendayung (vose) zaman melintasi perjalanan generasi. 50 tahun sudah usia lagu legendaris itu.
Di tahun emasnya, tahun ini, sayangnya, lagu itu mendayung polemik, karena hadir ke ruang publik, dinyanyikan Bupati Donggala, Kasman Lassa, figur publik yang mestinya jadi panutan bagi ikhtiar pembatasan kegiatan publik, karena massifnya penularan Covid-19. *
Tinggalkan Balasan