Mengenai kasus kriminalisasi terhadap Gusman, petani di Petasia Timur itu, Eva Bande menjelaskan, pada 9 Maret 2019 silam, telah berlangsung pertemuan warga lingkar sawit PT. Agro Nusa Abadi di Kecamatan Petasi Timur, Kabupaten Morowali Utara.

Pertemuan yang berlangsung di Gedung Pola Kantor Bupati Morowali Utara itu, menghadirkan Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA), Kantor Staf Kepresidenan Reupblik Indonesia, Pemerintah Kabupaten Morowali Utara, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulteng, Serikat Tani Nasional, Forum Lingkar Sawit Morut, aparat keamanan TNI  Polri serta perwakilan dari PT. Agro Nusa Abadi.

Dalam pertemuan tersebut, kata Eva Bande, lahir beberapa keseakatan, antara lain, mendorong pemerintah daerah membentuk tim penyelesaian konflik agraria dengan melibatkan masyarakat desa dan pendamping masyarakat.

Kesepakatan lainnya, menurut Eva, mendorong pembentukan satgas GTRA (Gugus Tugas Reforma Agraria), sesuai amanat Kepres Reforma Agraria, karena belum adanya satgas GTRA di Kabupaten Morowali Utara.

“Mengedepankan cara-cara persuasif dalam melakukan tindakan-tindakan pengamanan dan menghentikan cara-cara represif. Itu juga menjadi salah satu poin kesepakatan waktu itu,” jelasnya.

Selanjutnya, kata dia, menghentikan tindakan-tindakan kriminalisasi terhadap masyarakat. Sebab masih ada hak kepemilikan lahan oleh warga yang kini dikuasai oleh PT. Agro Nusa Abadi

“Maka perlu dipertanyakan, apa yang menjadi dasar pihak kepolisian memidanakan petani atas nama Gusman itu,” kata Eva mempertanyakan.

Bagi perempuan yang pernah mendapatkan Grasi Presiden Jokowi ini, konflik agraria yang saat ini melibatkan pihak perusahaan dan petani,  semakin menambah deretan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Sulawesi Tengah.

“Pihak kepolisian Polres Morowali Utara tidak dapat diandalkan dalam memberikan perlindungan kepada rakyat. Kami Front Rakyat Advokasi Sawit mengecam keras seluruh uaya kriminalisasi terhadap rakyat,” tegas Eva Bande. *