PALU, KAIDAH.ID – Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah, Dedi Askary menegaskan, pemeriksaan personel Polres Parigi Moutong dan penyitaan senjata api, meruntuhkan keyakinan pejabat polisi bahwa sumber tambakan terhadap demonstran bukan berasal dari anggotanya.
“Pemeriksaan terhadap 17 anggota Polres Parigi Moutong serta penyitaan 13 pucuk senjata api milik anggotanya, mengindikasikan demonstran bernama Erfaldi itu meninggal dunia karena ditembak,” kata Dedi Askary.
Meski begitu, Dedi menjelaskan, perlu upaya saintifik dalam bentuk uji balistik, untuk mencocokan atau membuktikan secara ilmiah proyektil yang bersarang di tubuh almarhum Erfaldi berasal dari senjata milik kesatuan mana.
“Proses pemeriksaan dan penyitaan senjata api ini, harus benar-benar dilakukan secara terbuka dan transparan,” tegas Dedi Askary.
Menurutnya, pimpinan Polri baik di jajaran Polres Parigi Moutong maupun jajaran Polda Sulteng, harus mengambil pembelajaran berharga atas pengamanan unjuk rasa sampai jatuhnya korban jiwa.
“Harus benar-benar dilakukan secara profesional, bijak dan manusiawi. Jangan kekerasan,” ucapnya.
Mestinya, kata Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulteng itu, peristiwa tewasnya Erfaldi dalam aksi unjuk rasa menolak perusahaan tambang itu, tidak harus sampai ada korban jiwa, jika upaya preventif dilakukan secara maksimal oleh polisi di lapangan.
“Aksi massa yang memblokade Jalan Trans Sulawesi dan berujung chaos itu seharus tidak terjadi, jika evaluasi pengamanan aksi yang pernah terjadi sebelumnya dilakukan dengan baik,” kata dia. (*)
Tinggalkan Balasan