DONGGALA, KAIDAH.ID – Pihak Otoritas Pelabuhan Perikanan Wilayah I Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), Donggala, meminta Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) meninjau kembali klausul kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), untuk pemenuhan stok ikan terhadap IKN (Ibu Kota Negara) di Penajam Paser Utara (Kaltim).
 
“Perlu ada penjelasan isi kerja samanya seperti apa. Harus lebih detail isi perjanjiannya,” kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) PPI Donggala, Abdul Rasyid di Palu, Jumat, 3 Juni 2022. 
 
Menurutnya, perlu peninjauan kembali, adalah respon dari aktivitas para nelayan yang langsung melakukan pembongkaran, serta penjualan hasil tangkapan ikan ke pelabuhan di Kaltim.
 
Padahal, menurut dia, aktivitas semacam itu merupakan tindakan ilegal, sebab Surat Layak Operasi (SLO) serta Surat Persetujuan Berlayar (SPB) yang diperoleh nelayan dari pangkalan, hanya berlaku dalam satu trip. 
 
Setelah melakukan pembongkaran serta penjualan di Kaltim, maka trip yang dilakukan nelayan tergolong ilegal, karena para nelayan memperoleh bahan bakar minyak (BBM) tanpa menggunakan rekomendasi dari pangkalan asal di Sulteng. 
 
“BBM subsidi yang diperoleh dari daerah tujuan itu ilegal, karena dalam Surat Izin Usaha Perikanan (SIPI), pangkalan asal berhak mengeluarkan rekomendasi BBM bukan daerah tujuan,” kata dia.
 
Jika tidak ada perbaikan klausul dari perjanjian kerja sama itu, maka prosesnya bukan perdagangan antarpemerintah yang terjadi, melainkan antarperusahaan (B to B, dan dampaknya inflasi sudah pasti akan terjadi serta memengaruhi stok kebutuhan ikan di Sulteng.

Setelah itu, terjadi proses perdagangan antarkedua belah pihak, yakni Sulteng dan Kaltim melalui jalur pelabuhan yang sudah disepakati dan mendapat izin yang legal, sehingga bukan orang per orang.
 
“Memang harga ikan di sana mahal, makanya nelayan dari Sulteng tertarik jual hasil tangkapan ke Kaltim, tapi itu tidak boleh karena ilegal,” tambahnya. 
 
Pihaknya mendorong Pemprov Sulteng untuk memperjelas isi klausul kerja sama dalam perdagangan hasil laut tersebut, sehingga dapat memberikan dampak positif secara merata bagi nelayan. (*)