PALU, KAIDAH.ID – Dewan Pers dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Jumat, 23 Desember 2022 di Kota Palu, Sulawesi Tengah, menggelar Workshop Peran Pers dalam Pencegahan Paham Radikalisme dan Terorisme untuk Mewujudkan Indonesia Harmoni.

Plt. Ketua Dewan Pers, M. Agung Dharmajaya menjelaskan, kegiatan ini telah berlangsung sebelumnya di tiga daerah, Surabaya, Lombok dan Semarang.

“Dan hari ini di kita laksanakan di Kota Palu. Dasarnya, sinergitas kementerian dan lembaga. Kegiatan kali ini adalah sinergitas dengan BNPT, dan sebetulnya ini sudah berlangsung sejak 2019, tetapi dua tahun pandemi sehingga menjadi pasif,” kata Agung Dharmajaya.

Dia berharap, workshop ini dapat memberikan hal baru bagi para jurnalis di Kota Palu, karena akan mendapat materi dari para ahli.

Hadir sebagai pembicara dalam workshop tersebut adalah Iwan Setiawan, penyintas bom Kuningan 2004, Jakarta Ninik Rahayu, anggota Dewan Pers, Kolonel (L) Setyo Pranowo dari BNPT dan M. Agung Dharmajaya, Plt. Ketua Dewan Pers.

“Semoga hari ini kita mendapat sesuatu yang utuh tentang peran pers dalam pencegahan paham radikalisme dan terorisme untuk mewujudkan Indonesia harmoni,” harap jebolan Lemhannas ini.

Workshop ini dihadiri para jurnalis yang dalam organisasi konstituen Dewan Pers seperti Aliansi Jurnalis Independen, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, Asosiasi Media Siber Indonesia, Serikat Media Siber Indonesia, Jaringan Media Siber Indonesia, PWI, dan beberapa jurnalis lainnya.

KISAH PENYINTAS BOM KUNINGAN

Ia adalah penyintas bom Kuningan, Jakarta, 2004. Dalam workshop Dewan Pers dan BNPT, Iwan menjadi narasumber yang memberikan testimoni atas pengalaman yang pernah ia alami.

Iwan Setiawan yang sebelumnya bekerja di salah satu bank di Jakarta itu, sedang membonceng Halila, istrinya yang sedang hamil 8 bulan. Tiba-tiba, mobil pick-up berwarna putih meledak persis di depan Kedubes Australia pada pukul 10.30 WIB persis di dekat Iwan dan Halila.

“Saya teriak, Astagfirullah… mama… mama tidak apa-apa?. Saya sambil merangkak mencari keberadaan istri saja,” kisah Iwan Setiawan.