“Istri saya melihat mata kanan penuh darah,” tambahnya.
Iwan melanjutkan, dengan sisa tenaga, istrinya meminta tolong orang mengantar suaminya itu ke rumah sakit, karena terluka parah. Iwan dibawa ke Rumah Sakit MMC. Celakanya, pihak rumah sakit meminta jaminan, untuk dapat merawatnya.
“Beruntung ada beberapa orang karyawan hotel yang bisa menjaminkan saya, barulah saya dirawat,” cerita Iwan Setiawan.
PEREMPUAN DAN TERORISME
Ninik Rahayu, anggota Dewan Pers menjelaskan, aksi terorisme itu berpotensi melibatkan perempuan.
“Maka jurnalis harus dapat memahami inside kenapa perempuan dilibatkan dalam aksi-aksi terorisme dan kekerasan,” harapnya.
Ninik Rahayu mengatakan, perempuan bukan kelompok rentan, tapi perempuan menjadi rentan, karena diskriminasi gender.
Dalam konteks ekstremisme terorisme, kata Ninik Rahayu, bagaimana perempuan diposisikan tidak setara di ruang publik, di situ perempuan menjadi rentan terpapar. Dan karena memang perempuan mudah diperdaya, apalagi dengan modus suami istri.
Ninik Rahayu mengaku, saat masih menjadi komisioner di Ombudsman RI, ia melakukan sidak ke beberapa tempat, termasuk di Lapas Perempuan. Saat itu, ia bertemu dengan istri Santoso (Santoso adalah teroris Poso yang menamakan diri sebagai kelompok Mujahidin Indonesia Timur).
“Saya tanya ke istri Santoso, bagaimana bisa terlibat?. Dia jawab, sebetulnya dia tidak tahu. Dia hanya disuruh ayahnya untuk menikah dengan Santoso. Tugasnya sebagai istri hanya dua, melayani sebagai istri dan mencari sayur untuk dijual ke pasar. Bayangkan, istrinya yang harus menjadi tulang punggung keluarga dan membiayai aksi-aksi suaminya,” cerita Ninik.
Ninik Rahayu menambahkan, ini soal kerentanan perempuan. Tapi di balik itu, perempuan juga dapat menjadi agen perdamaian. Salah satu contoh kasus di Maluku, perempuan punya peran yang sangat besar untuk mendamaikan kelompok bertikai melalui tradisi Pela Gandong.
“Maka, pencegahan ekstremisme kekerasan dapat dilakukan dengan memberdayakan perempuan sebagai agen perdamaian,” ujarnya.
PERAN MEDIA
Plt. Ketua Dewan Pers, M. Agung Dharmajaya menjelaskan media harus dapat menjaga kepentingan publik.
“Jurnalis itu jika mengetahui ada tindakan terorisme, harus dicegah supaya tidak terjadi,” jelasnya.
Tinggalkan Balasan