CARA ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN (AJI) Kota Palu, menjaga toleransi dan merawat keberagaman, bukan isapan jempol. Tetapi itu kenyataan yang punya kisah sendiri. Dalam artikel ini, kaidah.id menulis sekelumit kisah itu.
AJI Palu kini telah memasuki usianya yang ke-25 tahun. Organisasi tempat berkumpulnya para jurnalis itu mendeklarasikannya pada 9 Februari 1998 silam, di Jalan Otista Palu. Muhammad Nur Korompot menjadi pimpinan organisasi di awal berdirinya.
Berpengalaman sebagai seorang kader Pelajar Islam Indonesia (PII), Muhammad Nur Korompot mampu membawa organisasi yang lahir sebagai protes atas pembungkaman oleh Orde Baru ini, menjadi sangat progresif. Dinamika organisasi juga berjalan dengan baik.
Muhammad Nur Korompot yang ketika itu bekerja sebagai wartawan Mercusuar, telah menjadikan AJI sebagai barometer organisasi jurnalis yang moderen.
Mata publik mengarah ke AJI Palu di bawah kepemimpinan Muhammad Nur Korompot. Apalagi, ketika itu masih dalam pemerintahan transasisi, peralihan dari orde baru ke orde reformasi.
AJI yang secara nasional didirikan oleh para wartawan muda Indonesia pada 7 Agustus 1994 di Sirnagalih, Bogor, yang lahir karena perlawanan terhadap kesewenang-wenangan rejim Orde Baru, benar-benar diejawantahkan dalam kepemimpinan Nur Korompot di AJI Palu.
Bukan hanya itu, Muhammad Nur Korompot sanggup mengajak sejumlah wartawan muda Palu yang memang punya semangat yang sama, melawan kesewenang-wenangan orde baru ketika itu.
Ber-AJI, bukan sekadar berkumpul dalam sebuah wadah bersama dengan semangat yang sama. Tetapi ber-AJI, menurut Muhammad Nur Korompot, harus pula diikuti dengan kualitas individu. Dan kualitas individu bisa diasah dengan seringnya diskusi bersama. Dari seringnya dikusi dan memang karena rajin membaca, anggota AJI Palu saat itu paling paham tentang pentingnya menjaga toleransi, merawat keberagaman dan menghargai perbedaan.
MERAWAT KEBERAGAMAN
Tahun 1999, publik terhentak dengan meletusnya kerusuhan berdarah di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Kerusuhan itu, oleh banyak pihak menyebutnya sebagai konflik bernuansa agama, karena berhadap-hadapan dua kelompok agama berbeda, Islam dan Kristen.
Tinggalkan Balasan