JAKARTA, KAIDAH.ID – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI mencatat ribuan Warga Negara Indonesia (WNI) bekerja di perusahaan penipuan berbasis online atau daring (online scam) di luar negeri. Mereka adalah korban.

Celakanya, mereka yang menjadi korban ini adalah mereka yang dengan latar pendidikan yang bagus dan ekonomi yang mapan.

Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu RI, Judha Nugraha mengungkapkan pada 2022, tercatat 1.185 WNI yang menjadi korban perusahaan penipuan berbasis online itu.

Saat ini, tercatat ada 864 orang di Kamboja, 81 orang di Myanmar, 107 orang di Filipina, 102 orang di Laos, dan 31 orang di Thailand.

“Kami melihat peningkatan tajam. Misalnya di Kamboja saja pada 2021 ada 116 kasus kemudian bertambah menjadi 864 kasus. Ini perlu menjadi perhatian kita bersama,” katanya kepada jurnalis, Ahad, 12 Februari 2022.

Kemlu, kata dia, mencatat dari seribuan WNI korban yang dipulangkan ke Indonesia, ada yang kembali berangkat ke luar negeri dan bekerja di jenis perusahaan yang sama.

Judha memaparkan ada perbedaan antara para korban online scam dengan kalangan WNI yang mengincar pekerjaan informal secara ilegal di Malaysia, yang hanya dengan berbekal keahlian rendah, misalnya sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT).

Para korban perusahaan penipuan daring umumnya memiliki latar belakang pendidikan yang bagus dan dari kalangan ekonomi berada.

Mereka juga berasal dari kota-kota besar seperti Jakarta dan kota-kota di Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Utara.

“Yang berangkat adalah anak-anak muda berpendidikan, lulus SMA atau kuliah, dan bukan dari keluarga yang tidak mampu. Hanya memang mereka tergiur tawaran kerja yang gajinya berkisar 1.000-1.200 dolar AS,” katanya.

Calo yang memberangkatkan WNI ke luar negeri harus ditangkap dan dituntut, karena melanggar UU Nomor 18 Tahun 2017, tentang Perlindungan Pekerja Migran dan UU Nomor 21 Tahun 2007, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

“Sekaligus kami dorong negara tujuan untuk melakukan tindakan terhadap perusahaan-perusahaan yang memperkerjakan (para WNI). Jadi pelaku di Indonesia ditangkap, di sana juga ditangkap,” imbuhnya. (*)