JAKARTA, KAIDAH.ID – Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai, Presiden Jokowi berbeda ucapan dan lakunya, sehingga jangan taat pada larangan bukber kepada para pejabat.

Menurutnya, di satu sisi melarang pejabat buka puasa bersama (bukber),karena alasan Covid-19, tapi di sisi lain Jokowi selalu berada juga di kerumunan.

“Bukankah Presiden terakhir ini, sering berada di tengah kerumunan? Janganlah ucap dan laku berbeda,” tegas Din Syamsuddin.

Din juga menyindir mengenai pesta perkawinan Kaesang, yang menghadirkan banyak orang dan menimbulkan kerumunan.

Dia mengatakan, menurut Al Quran, ‘Suatu kehinaan besar di sisi Allah bagi seseorang yang hanya mengatakan apa yang tidak dia kerjakan.

Terkait larangan bukber terhadap pada pejabat, mantan Ketua MUI itu mengatakan, larangan Presiden Joko Widodo itu sangat tidak arif dan tidak adil.

“Sangat tidak arif, karena terkesan tidak memahami makna dan hikmah buka puasa bersama,” jelasnya.

Alasan larangan bukber itu sangat mengada-ada dan sangat tidak bijak.

Tidak bijak, karena larangan itu muncul secara terbuka, di tengah umat Islam yang baru memulai menjalankan ibadah Ramadhan.

Umat Islam juga, kata dia, sudah terbiasa dengan bukber atau Iftar Jama’i.

“Maka jika nanti para pejabat tidak mengadakan bukber, dapat kita catat, rezim ini meniadakan tradisi Ramadhan yang baik,” ujarnya.

“Teruskan adakan bukber, jangan taati perintah pemimpin yang bermaksiat kepada Allah,” sambungnya.

Din Syamsuddin melanjutkan, camkan Hadits Nabi:

‘Seseorang yang memberi makan orang yang berpuasa akan mendapat pahala setimpal pahala orang yang berpuasa itu.

Sebelumnya, Presiden Jokowi dalam Surat Sekretaris Kabinet Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023, tanggal 21 Maret 2023, tentang arahan terkait penyelenggaraan buka puasa bersama.

Dalam arahan itu, Presiden Jokowi meminta pejabat di tingkat pusat dan daerah, untuk tidak mengadakan bukber selama Ramadhan.

Alasannya, kata Presiden Jokowi, karena Indonesia sedang dalam masa transisi dari pandemi Covid-19 ke endemi.

Presiden kemudian meminta kepada Mendagri, agar menyampaikan arahan itu kepada gubernur, bupati dan wali kota seluruh Indonesia.

Mendagri menuruti itu dan segera berkirim surat kepada seluruh kepala daerah. (*)