MALAYSIA, KAIDAH.ID – Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu Prof. Dr. Lukman S. Thahir, M.Ag, menjadi pembicara dalam Simposium Internasional “Human Dignity and Peaceful Coexistence”.
Simposium pada 5-6 Juli 2023 di Seri Pacific Hotel, Kuala Lumpur, Malaysia itu, mendiskusikan isu-isu penting, mengenai hak asasi manusia dan kehidupan yang damai.
Prof. Lukman Thahir hadir dengan materi yang berjudul: Human dignity from a sharia law perspective: point of view of Indonesia experience.
Menurut Lukman Thahir yang juga Ketua PWNU Sulteng itu, ia membahas tiga aspek dalam presentasinya. Pertama; berbicara secara umum tentang problem martabat kemanusiaan di Indonesia.
Kedua; memperbincangkan masalah martabat kemanusiaan, dalam perspektif hukum Islam di Indonesia. Kemudian yang ketiga; mengeksplor pelaksanaan hukum syariah di Aceh, dan dampaknya pada masalah martabat kemanusiaan di Indonesia.
“Menurut beberapa hasil penelitian, penerapan hukum syariah di Aceh memiliki dampak yang beragam terhadap martabat manusia,” kata Prof. Lukman.
Dampak yang beragam itu, katanya, di satu sisi telah menimbulkan beberapa perubahan positif, seperti menurunnya angka kriminalitas dan kekerasan, dan di sisi lain juga menimbulkan beberapa akibat negatif.
Dampak negatif itu, sebut Prof. Lukman, seperti stigmatisasi terhadap perempuan dan minoritas, tergerusnya hak asasi manusia dan terbatasnya kebebasan individu.
“Namun terlepas dari pro dan kontra tersebut, saya pikir masalah utama penegakan hukum syariah di Aceh, bukanlah pada produk hukumnya, tetapi pada cara berpikirnya,” jelasnya.
Prof. Lukman menyarankan, sudah saatnya bagi pemerintah Aceh dan para legislator di parlemen, membuka diri dan mau menerima pendekatan baru.
“Pendekatan baru itu, berupa pendekatan hukum lintas disipliner, agar penerapan hukum syariah di Aceh dapat membawa maslahat dan tidak mencederai martabat kemanusiaan,” sarannya.
MERUGIKAN WAJAH ISLAM SANTUN
Terkait kasus sistem Bank Syariah Indonesia yang eror beberapa waktu lalu, menurut Prof. Lukman, menjadi pembelajaran bagi Qanun Aceh, yang hanya menerima bank syariah dan menolak bank konvensional.
“Itu memberi pembelajaran berharga bagi pembuat qanun, betapa beresikonya jika produk hukum Islam di Aceh bersifat tekstual-normatif semata,” kata dia.
Artinya, menurut Prof. Lukman, pelaksanaan syariat Islam di Aceh, cenderung fiqh oriented, dan terkesan berlabelkan Islam semata untuk kasus bank syariah.
Akibatnya, sebut Prof. Lukman, seperti kata Ketua DPRD Aceh, dengan peristiwa ini, perlu merevisi kembali qanun perbankan, dan mengajak bank konvensional untuk masuk kembali ke Aceh.
“Menyadari masalah seperti ini, bukan tidak mungkin, akan hadir masalah lain yang justru merugikan wajah Islam yang santun dan damai di Indonesia,” kata Prof. Lukman.
asalah yang mencoreng wajah Islam itu seperti hukum cambuk, masalah minoritas, terbatasnya kebebasan individu, dan sebagainya.
“Masalah-masalah itu perlu menjadi perhatian, dengan menggunakan berbagai pendekatan multi disipliner,” ujarnya.
Pelaksana Simposium Internasional “Human Dignity and Peaceful Coexistence” itu, merupakan kerja bersama Institut Kajian Islam dan Masyarakat (IKIM), Brigham Young University, UID Sejahtera, dan Seminari Teologi Malaysia, yang bertujuan mendiskusikan isu-isu penting mengenai hak asasi manusia dan kehidupan yang damai. (*)
Tinggalkan Balasan