JAKARTA, KAIDAH.ID – Majelis Nasional (MN) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), mengutuk perilaku kekerasan terhadap warga Pulau Rempang, Galang, Batam, Kepulauan Riau.

Seharusnya, menurut MN KAHMI, tidak perlu ada tindakan kekerasan, karena warga yang berunjuk rasa itu, hanya menuntut agar mendapatkan keadilan atas tanah dan airnya, yang akan diambil alih oleh negara.

Untuk merespons itu, MN KAHMI memberikan pandangan tertulisnya kepada pemerintah, yang ditandatangani oleh Koordinator Presidium MN KAHMI Ahmad Doli Kurnia dan Sekretaris Jenderal Syamsul Qomar, pada Selasa, 19 September 2023.

Menurut MN KAHMI, pemerintah harus menghormati hak-hak masyarakat adat atas suatu wilayah tertentu, yang merupakan lingkungan hidup para warganya.

“Hak-hak itu meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, air serta isinya sesuai dengan perundang-undangan,” tulis MN KAHMI dalam pandangan itu.

Pemerintah, juga perlu membentuk tim independen, untuk menginvestigasi terjadinya kerusuhan, pada unjuk rasa warga Pulau Rempang di depan BP Batam, yang berujung pada penahanan 34 orang.

“MN KAHMI juga mengimbau kepada aparat keamanan, agar dapat melakukan penangguhan penahanan terhadap warga yang ditahan,” tegas Syamsul Qomar yang didampingi Bendahara Umum MN KAHMI saat membacakan pandangan resmi tersebut.

Selanjutnya, MN KAHMI juga meminta pemerintah, agar segera melakukan dialog dengan warga Pulau Rempang, untuk menyampaikan pesan perdamaian kepada warga.

“Juga perlu memberikan kepastian penyelesaian masalah, yang ditimbulkan oleh Proyek Strategis Nasional Rempang Eco-City,” katanya.

MN KAHMI juga mendesak pemerintah, agar dapat memberikan jaminan dan kepastian kepada warga, bahwa membangun Pulau Rempang akan dilaksanakan dengan upaya peningkatan kualitas warganya, serta pemanfaatan lahannya untuk peningkatan kesejahteraan warga setempat.

Di akhir pandangan tertulis itu, MN KAHMI meminta semua pihak untuk dapat menahan diri, tidak membuat gaduh dan melukai perasaan pasyarakat Pulau Rempang.

“Dan tidak menjadikan isu tersebut untuk kepentingan politik tertentu, apalagi dikaitkan dengan Pemilu 2024,” tandas Syamsul Qomar. (*)