Oleh: Fransiscus Manurung
Praktisi Hukum di Kota Palu

TUJUAN PEMILU, – setidaknya – seleksi dan kompetisi elektoral memilih pemimpin demokrasi, bukan sembarang pemimpin.

Pemimpin demokrasi adalah pemimpin yang mendorong, membawa dan mengantarkan bangsanya menuju ke arah welfare state, negara impian yang berkesejahteraan dan berkemakmuran.

Tidak bisa tidak, pemimpin demokrasi itu adalah pemimpin transformatif, pemimpin “besar” yang mampu melakukan perubahan, bahkan disrupsi, bukan pemimpin transaksional atapun pemimpin status quo.

Negarawan Perancis abad 18, Charles Maurice de Talleyrand, memberi illustrasi tentang prototipe pemimpin transformatif.

“I am more afraid of an army of the 100 sheep led by a lion than an army of 100 lions led by a sheep”.

(Saya lebih takut pada 100 domba yang dipimpin oleh seekor singa, daripada 100 singa yang dipimpin oleh seekor domba).

IKON DIVERSIFIKASI KOMUNITAS

Menurut Charles, seratus kambing yang dipimpin seekor singa, jauh lebih berbahaya ketimbang seratus singa yang dipimpin seekor kambing.

Sebab, seratus singa yang dipimpin seekor kambing akan membuat kawanan seratus singa menjadi mengembik.

Sebaliknya, seratus kambing dipimpin seekor singa membuat kawanan kambing dapat berlari kencang memburu sasaran mengikuti singa. Bahkan, dapat mengaum seperti singa.

Dari perspektif lain, Presiden ke 6 Amerika, John Quincy Adams juga memberi pandangan yang serupa tapi tak sama.

“If your actions inspire others to dream more, learn more, do more and become more, you are a leader”.

Dalam pandangan Quincy Adams, pemimpin transformatif adalah pemimpin yang menginspirasi rakyatnya untuk bertumbuhkembang menjadi lebih baik, lebih baik dan lebih baik.

Sejatinya, tidak ada dikotomi usia tua muda, ataupun antar generasi Y, Z dan Babyboomers dalam konsep kepemimpinan, karena kepemimpinan bertumpu pada kapasitas, integritas, karakter dan kewibawaan.

Artinya, komposisi demografi yang didominasi oleh generasi millenial dan gen Z, tidak berarti bahwa untuk mewakili atau merepresentasikan pemilih mayoritas di panggung nasional, harus pula datang dari rentang umur yang sama. Itu narasi yang perlu dievaluasi kembali.

Ukurannya adalah Singa atau Kambing?

Deng Xiaoping, bapak China modern, salah satu pemimpin transformatif kelas gobal. Dia mereformasi ekonomi China (1978), yang berpenduduk seperlima penduduk dunia.

Lalu, apa yang terjadi?

40 tahun pasca reformasi, income per capita China naik 25 kali lipat.

Deng Xiaoping berhasil mentranformasi China, dari negara miskin berubah menjadi negara kaya raya, sesuatu yang tidak pernah dibayangkan bangsa China sebelumnya.

Kalau begitu, Anda pilih siapa?

Finally, siapa pun yang terpilih pada bulan Februari 2024 mendatang, presiden terpilih perlu meng”tune up” dirinya menjadi pemimpin transformatif. (*)