Menurut saya, paling tidak ada tiga cara rezeki itu kita dapatkan atau peroleh. Yang pertama, rezeki itu mengetahui dengan pasti titik koordinat alamat keberadaan kita. Untuk proses sebab akibatnya, rezeki selalu saja mempunyai cara yang tepat dan akurat sampai ke alamat kita. Selalu tepat waktu, tepat sasaran, dan tepat jumlah. Sehingga rezeki itu kita dapatkan dan peroleh. Kalau boleh jujur, jenis rezeki ini tanpa kita niatkan, usahakan, dan doakan. Secara tak terduga ada kekuatan semesta yang menggerakkan kehadirannya. Rizqun (m) min haitsu la yahtasib (rezeki yang datang dari arah yang tak terduga sama sekali).

Jenis kehadiran rezeki yang kedua, wujudnya hadir menghampiri kita dengan sebab akibat oleh niat, ikhtiar, dan doa-doa yang kita pohonkan. Rezeki jenis ini, proses kehadirannya melalui perjuangan, kerja cerdas dan kerja keras, kegigihan, dan keuletan. Dengan cara ini rezeki kita dapatkan. Lagi-lagi kehadiran rezeki tetaplah dengan kadar dan jumlah yang proporsional sesuai hak kita.

Sedangkan cara yang ketiga terjadi hubungan dua arah, antara kita dengan wujud rezeki itu sendiri. Antara kita dengan wujud rezeki yang akan kita peroleh, sama-sama saling mendekat menuju ke satu alamat titik koordinat pertemuan, yang telah ditentukan oleh energi nirbatas. Kita menuju mendekati keberadaan alamat rezeki, begitupun sebaliknya, rezeki menuju ke titik koordinat keberadaan kita, dan terjadilah ijab Kabul, sampai akhirnya rezeki itu kita terima secara sempurna.

Dalam contoh kasus yang saya alami dengan rekan kerja. Kami sama-sama berangkat dari titik start yang sama. Memulai dari titik nol, dengan pangkat dan jabatan yang sama. Dengan latar belakang pendidikan yang setara. Umur pun saya lebih tua satu tahun darinya. Dan dengan gaji pokok dan tunjangan penghasilan yang sama pula.

Namun, dalam rentang waktu delapan belas tahun kemudian, kawan saya ini, dalam perolehan penghasilan rezeki, apabila dibandingkan dengan perolehan dan penghasilan saya, berbeda signifikan. Kawan saya tergolong orang kaya harta.

Dalam kasus yang lain, saya perhatikan dengan teliti dan seksama. Saya menanam dua pohon, satu pohon durian dan satu pohon rambutan, di lokasi kebun dan area tanah yang sama. Dengan perawatan, penyiraman, penyiangan, dan pemupukan yang proporsional. Lima tahun kemudian apa yang terjadi? Untuk pohon rambutan, Alhamdulillah berbuah lebat, dengan hasil panen buah rambutan yang ranum dan manis.

Sedangkan untuk pohon durian montong yang saya tanam, sudah memasuki tahun ke delapan belum juga berbuah. Padahal, menurut penjual bibit pohon rambutan dan durian saat saya membelinya, merupakan bibit unggul. Kang Ujang berkata: “Bibit pohon ini adalah unggulan dan pilihan, dalam usia empat tahun sudah berbuah,” begitu ucap penjual bibit.

Paling tidak, terdapat tujuh arti kata rezeki di KBBI yang masuk ke dalam kelas kata nomina (kata benda), yaitu segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan (yang diberikan oleh Tuhan), makanan (sehari-hari), nafkah, penghidupan, pendapatan (uang dan sebagainya untuk memelihara kehidupan), keuntungan, dan kesempatan mendapat makan.

Saya dan Anda mungkin saja mempunyai harapan dan cita-cita yang sama. Hidup dengan harta yang melimpah, penuh berkah, hidup dalam derma, bermanfaat untuk sesama, dan matinya masuk surga.

Namun, realitasnya rezeki yang kita dapatkan tak berbanding lurus dengan niat, usaha, dan doa kita. Ada yang lapang rezekinya dan ada pula yang sempit. Inilah sistem Sunatullah dalam hal pengaturan distribusi pembagian rezeki kepada mahkluk ciptaan-Nya.

Sepertinya relete dengan siloka “rezeki elang tak akan tertukar dan dapat dimakan oleh musang.”

Kembangan, 25 Mei 2021