Di tempat tersebut, terdapat satu kubangan seperti sumur besar yang diyakini terhubung dengan laut Teluk Palu, karena menurut peristiwa yang terjadi jika air laut pasang akan terdengar suara gelombang air laut dan ketinggian air laut sedang pasang ikut naik pada kubangan tersebut. Bahkan ada kisah ketika seekor sapi bangsawan yang diternak di tempat tersebut hilang, akhirnya ditemukan berada di laut Teluk Palu.
Pada To Kaili, penuturan peristiwa bencana alam juga lazim dituturkan melalui Kayori, Dulua, dan Dade Ndate yaitu sastra lisan melalui proses penyampaian cerita dengan cara bertutur (tutura) yang diiringi dengan penggunaan serangkaian alat musik seperti kecapi, gimba dan gong serta alat musik lainnya.
Kayori merupakan cara pendahulu menyanyikan sesuatu untuk mengingatkan generasi keturunannya, bahwa terdapat peristiwa masa lalu menjadi pengingat untuk kehidupan masa sekarang. Kayori sesungguhnya adalah cara bertutur dengan syair-syair yang disampaikan sebagai rasa cinta dan pemujaan akan keagungan pada Pue Langi “To Manuru“.
Kayori juga berisi petuah hidup yang baik untuk dijalani. Salah satu Kayori terkenal dalam bentuk pepatah To Kaili yang sangat terkenal yaitu “Agina Mainga, Ne Maonga”, dimana artinya adalah “lebih baik berhati-hati daripada tenggelam”.
Kearifan kokal tentang mitigasi bencana, pada To Kaili tampil dalam berbagai bentuk pemaknaan, misalnya jika binatang yang kesehariannya dekat dengan kehidupan manusia mulai memperlihatkan pola tabiat yang berubah, mulai dari isyarat suara burung, kokok ayam dan menghilangnya kucing di sekitar hunian tempat tinggal.
Tinggalkan Balasan