Delapan primata tersebut di antaranya: Orangutan (Critically Endangered), Bekantan (Critically Endangered), Owa Kelawat (Endangered), Tarsius/krabuku ingkat (Endangered), Kukang (Endangered), Beruk (Endangered), Lutung merah (Vulnerable), dan Lutung kelabu (Near Threatened).

Janji pemerintah bahwa ibu kota baru ini akan menjadi kota hutan hijau, yang dampak pembangunannya terhadap lingkungan seminim mungkin. Namun, studi terbaru oleh peneliti Indonesia dan Ceko menyatakan, pembangunan IKN ternyata memberi ancamanan terhadap ekosistem mangrove di Teluk Balikpapan.

Perlu diketahui, Hutan Mangrove Teluk Balikpapan merupakan habitat kunci bagi fauna endemik Kalimantan, bekantan (Nasalis larvatus).

Populasi bekantan di Kalimantan disensus setiap lima tahun sekali. Pada tiga kali sensus terakhir menunjukan, populasi bekantan cukup stabil. Kelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Tri Atmoko, peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), telah melakukan sensus populasi bekantan di kawasan pengembangan IKN.

Hasilnya, diperkirakan 1.449 individu dari total populasi 3.907 individu akan tersingkir dari habitatnya. Hal ini diakibatkan oleh aktivitas pekerjaan konstruksi yang sedang berlangsung saat ini.

Tidak hanya bekantan, biota lain pun mengalami ancaman populasi akibat perubahan habitat. Minimnya kajian dan upaya konservasi yang dilakukan, dapat mengakibatkan hilangnya sumber plasma nutfah atau substansi sumber daya genetik yang terdapat pada flora maupun fauna.

Aktivitas pembangunan yang terkesan buru-buru dan kurangnya kajian ekologi, harus menjadi perhatian masyarakat dalam mengawal proses pembangunan, agar tetap dalam koridor ekologis.

EFEK DOMINO

Selain pembukaan areal hutan yang menjadi ancaman bagi biodiversitas di wilayah pembangunan IKN dan sekitarnya, pembangunan IKN juga mengancam keseimbangan ekologis di daerah lain.

Pembangunan skala besar tentu membutuhkan material-material dalam jumlah besar. Sehingga dalam prosesnya, perlu kerjasama antardaerah untuk menjadi pemasok, guna memenuhi kebutuhan proyek. Material yang digunakan di IKN diakui ramah lingkungan, yang sesuai dengan konsep IKN: smart city.

Namun perlu dikaji kembali pengusungan konsep ramah lingkungan ini, benar sesuai dengan praktik di lapangan. Permintaan material yang tinggi dalam proyek ini, dapat menjadi celah besar untuk pembukaan tambang-tambang baru.

Material yang menjadi kebutuhan IKN adalah batuan. Menurut Gubernur Kalimantan Timur Dr. H. Isran Noor, dalam pembangunan IKN, Sulawesi Tengah diharapkan dapat menyokong kebutuhan 80 juta metrik ton batuan, mengingat batu dari Sulawesi Tengah dikenal berkualitas baik.

Selain itu, secara geografis, Sulawesi Tengah adalah daerah terdekat dengan lokasi IKN. Batu-batuan Sulawesi Tengah yang dipasok untuk pembangunan, berasal dari bukit-bukit dan gunung di Kota Palu dan sekitarnya.

Gubernur Sulawesi Tengah, Rusdy Mastura, dalam Rapat Koordinasi Nasional Otorita Ibu Kota Nusantara di Grand Ballroom Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis, 14 Maret 2024 lalu, mengungkapkan bahwa gunung-gunung sudah mulai habis untuk memberikan dukungan terhadap pembangunan IKN.

Sulawesi terkenal sebagai hotspot biodiversity dengan tingginya tingkat endemisitas hayati. Adanya upaya pengerukan batuan dari bukit dan gunung di Sulawesi, tentu dapat membawa permasalahan baru terhadap upaya konservasi biota di Sulawesi.

Aktivitas penambangan juga pembabat habisan bukit serta gunung akan mengganggu keseimbangan ekologi. Pembangunan IKN nyatanya memiliki dampak besar terhadap ekologi, baik di wilayah pembangunan, bahkan di luar daerah IKN.

Proyek pembangunan IKN diharapkan tidak menjadi proyek strategis, yang menghancurkan keseimbangan ekologis. Selama masa pembangunan, pemerintah harus mengkaji berbagai aspek ekologi yang berfungsi untuk membuat ruang konservasi di wilayah pembangunan IKN dan sekitarnya.

Kajian wilayah jelajah satwa, khususnya bagi hewan-hewan endemik harus didalami kembali untuk menjadi acuan dalam pembangunan. Kajian-kajian ekologi juga harus dilakukan oleh daerah yang menjadi penyokong pembangunan IKN seperti Sulawesi Tengah. Hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga kelestarian biodiversitas. (*)