Pernyataan almarhum ini adalah sebagai wasiat, karena beliau tidak mau mengadakan baiat. Ini telah sesual dengan Pasal 7 Anggaran Dasar Perhimpunan Alkhairaat, yaitu: Ketua Utama Alkhairaat adalah pimpinan tertinggi dalam perhimpunan ini, ditetapkan melalui wasiat atau baiat Ketua Utama terdahulu.

Sangat disayangkan, wasiat ini tidak diamini oleh beberapa ahli waris dan beberapa abna’ul khairaat yang menafsirkan bahwa SK Plt Ketua Utama sudah merupakan baiat dari Ketua Utama sebelumnya. Tafsiran tersebut berdasarkan ‘hawa nafsu’ dan persepsi yang salah, dan terlalu dipaksa-paksakan, karena, kalau itu sudah merupakan baiat sebagai ketua utama, tentunya Almarhum Habib Saggaf tidak akan mengeluarkan pernyataan di atas. Almarhum Habib Saggaf sangat faham mengenai AD/ART Perhimpunan Alkhairaat, serta tidak ingin terjadi konflik internal, sehingga beliau lebih memilih menyampaikan wasiat daripada baiat.

Mengamini wasiat tersebut, Almarhum Habib Saleh Muhammad Aljufri menginisiasi untuk melakukan musyawarah bersama Habib Ali Muhammad Aljufri dan mereka telah  menandatangani kesepakatan, bahwa Habib Ali Muhammad Aljufri sebagai Ketua Utama. Tetapi Habib Ali tidak mau mengeluarkan surat kesepakatan tersebut, karena mendengar ada keinginan lain dari beberapa ahli waris. Beliau beralasan, tidak ingin ada pandangan orang bahwa anak cucu Habib Idrus bin Salim Aljufri saling berebutan jabatan.

Beliau sebutkankan sya’ir kakeknya yang terkenal: Laisa li qashdil Maali wal Jaahi. Innama liqashdil Hululi fil Jinannit Tama’umi. “Bukan Tahta dan Jabatan jadi tujuan. Tujuan sesungguhnya adalah memperoleh keridhaan Allah dan kenikmatan syurga”.

Padahal sebelumnya, satu-satunya anak Habib Idrus bin Salim Aljufri, yaitu Syarifah Sida binti Idrus bin Salim Aljufri, sudah beberapa kali menyampaikan ke Habib Ali: “Ali, ente nanti ganti  Saggaf sebagai Ketua Utama”.

DUA PENDEKATAN

Pelaksanaan muktamar yang direncanakan pada 27 September 2023 ini, tidak akan menghasilkan apa-apa, jika akar permasalahan di tubuh Alkhairaat tidak bisa diselesaikan. Akar permasalahan sekarang ini adalah kepemimpinan tertinggi di Alkhairaat, harus diselesaikan terlebih dahulu. Persoalan itu, dilihat dari dua pendekatan:

Pertama; kepemimpinan Ketua Utama. Sebenarnya persoalan ini dianggap sudah selesai, dengan adanya ‘baiat yang dipaksakan. Baiat ini tidak dipermasalahkan oleh Sebagian ahli waris SIS Aljufri serta Habib Ali bin Muhammad Aljufri, bahkan beliau membuat surat dukungan kepada Habib Alwi Saggaf Aljufri sebagai Ketua Utama.

Sikap ini diambil agar tidak ada perselisihan di kalangan keluarga SIS Aljufri dan Abna’ul Khairaat laiinya. Tetapi dalam perjalanannya Habib Alwi Saggaf Aljufri, dianggap banyak melakukan “masalah”. Yang teranyar adalah penggantian Kepenguruan Yayasan Alkhairaat SIS Aljufri dari Habib Ali Muhammad Aljufri sebagai ketuanya, ke Habib Alwi bin Muhammad Aljufri, tanpa mengadakan pertemuan dengan pengurus lama, dan tanpa meminta persetujuan dari Syarifah Sida binti Idrus Aljufri sebagai satu-satunya Pembina Yayasan yang masih hidup.

Melihat permasalahan tersebut, berarti ada persoalan dalam kepemimpinan ‘Ketua Utama’. Seyogianya, pimpinan harus menjadi solusi dalam sebuah organisasi, bukan menjadi masalah. Untuk mengatasi masalah ini, ahli waris pendiri Alkhairaat harus mengadakan musyawarah tanpa melibatkan abna’ul khairaat yang bukan ahli waris. Ingat wasiat Almarhum Habib Saggaf. Dan ‘Lembaga Ketua Utama’ adalah representasi dari pendiri Alkhairaat, yang merupakan pemilik Alkhairaat. Alkhairaat adalah milik pendiri Alkhairaat dan ahli warisnya, yang diabdikan untuk kemaslahatan ummat. Keberadaan ahli waris tidak boleh dihilangkan, karena itu adalah amanat AD/ART Perhimpunan Alkhairaat dan tidak boleh ada yang dinegasikan.

Untuk ‘muktamirin’ nantinya bisa mencermati tentang ‘Ketua Utama’ pada Pasal 7 AD Perhimpunan. Setidaknya ada beberapa alternatif yang bisa ditawarkan, selain yang sudah dirancang oleh SC.  Alternatif pertama; Ayat 1 Pasal 7 tidak perlu berubah, tetapi ayat 2 mengenai hak prerogatif perlu ditinjau kembali. Alternatif kedua; Ayat 1 Pasal 7, Ketua Utama menjadi Lembaga Utama. (Dimana personil Lembaga Utama terdiri dari Ahli waris pendiri Alkhairaat). Ayat 2 tidak perlu berubah. Alternatif ketiga;  Ayat 1 berupah menjadi Ketua Utama Alkhairaat adalah pimpinan tertinggi dalam perhimpunan, ini ditetapkan melalui wasiat atau baiat Majelis Ahli waris Pendiri Alkhairaat. Ayat 2 tidak perlu berubah.

Kedua; Kepemimpinan PB Alkhairaat. Pada ART Perhimpunan Alkhairaat Pasal 12 Ayat 1 disebutkan: Pengurus Besar Alkhairaat dipilih oleh Muktamar, diangkat oleh Ketua Utama untuk masa jabatan lima tahun. Masih dalam pasal yang sama Ayat 3; Pengurus Besar Alkhairaat selaku pelaksana sehari-hari perhimpunan berwenang (di antaranya), a. Memimpin dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan komponen perhimpunan Alkhairaat. Demikian pula pada Pasal 26 Ayat 1, Butir C, bahwa muktamar meminta dan menilai pertanggungjawaban Pengurus Besar.

Berbagai pertanyaan akan muncul mengenai pelaksanaan Muktamar Perhimpunan Alkhairaat yang akan datang, di antaranya:

Bagaimana muktamar akan memilih Ketua Umum PB Alkhairaat, sementara eksistensi PB Alkhairaat tidak jelas dan ada wacana mau dihilangkan? ini diketahui dari pelaksanaan Rapim beberapa bulan yang lalu.  Siapa yang akan menyampaikan laporan pertanggung jawaban dalam muktamar, sementara PB Alkhairaat sudah tidak ada?  Siapa yang akan memimpin pelaksanaa Muktamar?  Dan banyak lagi pertanyaan yang akan mucul.

Tulisan ini hadir dari kegelisahan penulis sebagai abna’ul khairaat, melihat kekisruhan dan pernyataan-pernyataan yang hanya menambah permasalahan. Penulis berusaha menulis fakta bukan persepsi, karena kebanyakan pernyataan yang ada mengenai Alkhairaat sekarang ini, hanya bersifat persepsi bahkan cenderung hoaks.  Semoga tulisan ini bisa menjadi salah satu solusi mengatasi masalah internal Alkhairaat, setidaknya dari prespektif penulis sendiri.

Wallahul musta’an