PALU, KAIDAH.ID – Malam itu, Sabtu 19 April 2025, Gedung Milana Graha Sabah Palu berselimut hangat kebersamaan. Lampu-lampu temaram menyinari wajah-wajah yang datang bukan hanya untuk merayakan Dharmasanti Nyepi, tetapi juga menyulam benang-benang harmoni yang selama ini dijaga bersama.

Di tengah-tengah suasana yang penuh teduh itu, sebuah penghargaan diserahkan. Anugerah bernama Abhivada, sebuah tanda hormat dan penghargaan dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Sulawesi Tengah.

Anugerah itu bukan sekadar piagam berbingkai. Ia adalah simbol pengakuan atas sebuah perjalanan panjang, atas kerja-kerja senyap yang tidak selalu tampak di permukaan. Penghargaan itu diberikan kepada KH. Zainal Abidin, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulawesi Tengah.

Meski malam itu Guru Besar UIN Datokarama Palu berhalangan hadir, penghargaan itu diterima dengan penuh khidmat oleh Sekretaris FKUB Sulteng mewakili sang tokoh yang selama ini menjadi wajah keteduhan di bumi Tadulako.

Ketua PHDI Sulawesi Tengah, I Wayan Sudiana, menyebut, Profesor Zainal Abidin adalah sosok yang pantas menyandang gelar Sangha-neta dalam tradisi Hindu – pemimpin yang memelihara keharmonisan.

“Penghargaan ini adalah bentuk apresiasi atas dedikasi beliau membina kerukunan di Sulawesi Tengah. Semoga amal baiknya mendapat limpahan anugerah dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa,” tutur Wayan dengan mata berbinar.

Suasana malam itu terasa berbeda. Tidak ada sekat. Tokoh lintas agama duduk berdampingan, pejabat pemerintah bersalaman hangat dengan masyarakat. Dari Morowali Utara hadir Bupati bersama sang istri yang juga anggota DPD RI Dapil Sulawesi Tengah. Sejumlah anggota DPRD, pejabat daerah, hingga tokoh-tokoh masyarakat Hindu dari berbagai penjuru Sulawesi Tengah, larut dalam perayaan yang lebih dari sekadar ritual tahunan. Ini adalah perayaan persaudaraan.

Dari tempat terpisah, KH Zainal Abidin menyampaikan pesan yang menyentuh hati. Baginya, penghargaan ini bukan milik pribadi, melainkan milik seluruh masyarakat Sulawesi Tengah.

“Penghargaan ini sesungguhnya untuk semua pihak yang telah menerima keberadaan FKUB, untuk Sulteng yang damai dalam keragaman,” ucapnya melalui pesan tertulis.

Profesor Zainal kembali menegaskan pentingnya merawat semangat toleransi, dan dialog antarumat beragama. Menurutnya, kerukunan bukan sesuatu yang datang tiba-tiba. Ia harus diupayakan, dijaga, dan dipelihara.

“Jangan biarkan perbedaan menjadi alat pemisah, tapi jadikan perbedaan sebagai jembatan untuk mempererat persaudaraan,” tuturnya.

Malam itu, di bawah langit Palu yang tenang, Dharmasanti Nyepi menjadi ruang bagi suara-suara keberagaman untuk berpadu. Tidak ada yang merasa lebih tinggi, tak ada yang merasa lebih rendah. Semua berdiri dalam satu payung: Sulawesi Tengah yang harmonis, toleran, dan damai.

Penghargaan Abhivada kepada Prof. Zainal adalah secarik kisah tentang bagaimana perbedaan bisa menjadi kekuatan. Tentang bagaimana kerja-kerja senyap menjaga kerukunan akhirnya diakui dan dihargai. Dan tentang harapan bahwa nilai-nilai kebersamaan ini akan terus hidup, bertunas di hati setiap anak negeri.

Karena di bumi Tadulako, harmoni bukan sekadar cita-cita, melainkan laku hidup sehari-hari. (*)

Editor: Ruslan Sangadji