MEULABOH, KAIDAH.ID– Guru Besar UIN Datokarama Palu, Prof. Dr. KH Zainal Abidin, diundang sebagai dosen tamu pada kuliah umum, di STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh, Aceh pada 28 November 2023 lalu.
Sebagai dosen tamu, Prof. Zainal Abidin, memaparkan tentang penguatan moderasi beragama dalam bingkai keislaman dan keindonesiaan.
Menurut Prof Zainal Abidin, wacana keagamaan telah memenuhi ruang publik, baik di media arus utama maupun di media sosial. Namun sayangnya, konten-kontennya justru sangat provokatif, ‘sampah’ bahkan berpotensi memecah persahabatan sesama umat.
Terutama, katanya, ketika agama dikaitkan dengan aspirasi pilihan-pilihan politik, lalu menjadi sulit dibedakan antara medsos yang berisi siraman rohani, pencerahan iman, perluasan ilmu dengan provokasi politik.
“Jika sudah demikian, pesan-pesan agama tidak lagi memberi nuansa damai dan sejuk, tetapi justru menggiring umat ke gelanggang perpecahan yang sangat dikecam dalam ajaran semua agama,” terang Prof. Zainal.
Menghadapi situasi demikian, Prof Zainal mengingatkan, umat harus tetap memelihara kerukunan umat beragama, dan terus mengingatkan kembali kepada generasi penerus bangsa, mengenai komitmen awal sebagai bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika, berpijak pada Pancasila dan UUD 1945 dalam bingkai NKRI.
DUA SISI AGAMA
Prof Zainal menerangkan, agama memiliki dua sisi, yakni sebagai ajaran dan keyakinan, dan sebagai realitas sosial.
Sebagai suatu gejala kemanusiaan (realitas sosial), katanya, setiap agama bersifat ambivalen. Artinya, agama memiliki peran ganda dalam percaturan dunia ini.
“Agama bisa menjadi pelopor atas terbentuknya perdamaian di dunia, namun di sisi lain agama juga sangat rentan menjadi api penyulut bagi terjadinya konflik yang seringkali mengatasnamakan agama,” katanya mengutip Hans Kung.
Agama, menurut Prof Zainal, seringkali mendapat penilaian negatif dalam pandangan global. Kebenaran dan kearifan universal yang diusung oleh beberapa tokoh, pun dirasa kurang mampu, untuk mengentaskan masalah yang amat fundamental terhadap agama itu sendiri.
“Nah, kekuatan umat manusia yang mayoritas beragama ini sebenarnya memiliki andil yang besar dalam perdamaian dunia. Namun kerap kali agama masuk dalam ranah kepentingan diplomatis yang syarat akan nilai-nilai politis di dalamnya,” jelas Prof. Zainal Abidin.
PENTINGNYA PERDAMAIAN
Prof Zainal menerangkan, perdamaian merupakan ciri utama dari setiap ajaran agama. Bentuk perdamain inilah yang sudah semestinya teraktualisasikan dalam suatu pergerakan yang nyata.
Karena pada prinsipnya, katanya, agama-agama dunia mengajarkan tentang bagaimana kita hidup dengan rukun satu sama lain, dengan tidak meng kotak-kotakan agama dalam kerangka kerukunan antarumat beragama.
“Konflik atas nama agama, pada umumnya terjadi bukan karena ajaran agama itu sendiri, tetapi disebabkan adanya faktor dan aktor yang memanfaatkan isu agama demi kepentingan tertentu,” jelas Guru Besar pada Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah UIN Datokarama Palu ini.
Oleh karena itu, Pengurus PBNU ini memberikan solusi, untuk mencegah penyalahgunaan agama bagi kepentingan pragmatis, yang berpotensi merusak kerukunan umat beragama, maka tidak ada jalan lain, umat harus memiliki kepekaan dan kecerdasan dalam beragama.
“Di sinilah posisi penting para kaum cendekia memainkan perannya, dalam menanamkan kedewasaan beragama bagi masyarakat. Sehingga agama berfungsi sebagai elemen utama dalam mewujudkan integrasi sosial, dan bukannya menjadi akar konflik,” katanya menerangkan.
Prof Zainal juga mengajak peserta kuliah umum, untuk memahami dengan benar lima fungsi sosial agama. Pertama; fungsi edukatif, ini terkait dengan upaya pemindahan dan pengalihan (transfer) nilai norma keagamaan kepada masyarakat.
“Memberi orientasi dan motivasi serta membantu untuk mengenal dan memahami sesuatu hal yang dianggap sakral,” ujar Prof. Dr. Zainal Abidin.
Kemudian yang kedua adalah fungsi penyelamat. Soal ini, sangat terkait dengan bentuk-bentuk rasa kedamaian, ketenangan, kasih sayang, dan bimbingan serta pengarahan manusia untuk memperoleh kebahagiaan.
Fungsi ketiga adalah kontrol sosial. Agama memberikan batasan (limitation) dan pengkondisian (conditioning) terhadap tindakan atau perilaku individu atau masyarakat.
Selanjutnya adalah fungsi integrasi sosial. Pada soal ini, menurut Prof Zen–sapaan akrabnya — agama menjadi sumber utama terbentuknya integrasi masyarakat yang baik.
“Agama bahkan dipandang memiliki kemampuan membangun tatanan sosial (social order) yang mapan dan kuat,” paparnya.
Dan yang terakhir, jelasnya, fungsi transformatif. Mengenai ini, dia menerangkan, agama memiliki daya ubah terhadap tatanan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik.
“Maka kalau setiap ada perbedaan, segeralah mencari titik temunya. Begitu banyak persamaan, lalu mengapa menonjolkan perbedaan,” tandasnya. (*)
Tinggalkan Balasan