GREENHOUSE LORU….. MATAHARI mulai menunduk ke barat, karena seperdua waktu di hari itu telah dilewati. Serombongan mobil beriringan dari Restoran The Lesung di Desa Sibonu, Dolo Barat. Mereka berpindah lokasi ke Desa Loru di Kecamatan Biromaru di Kabupaten Sigi.

“Kita ke greenhouse Loru,” kata Ahmad Ali, bakal calon Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), yang pada Senin, 2 Juli 2024 itu mengajak sejumlah konten kreator dan jurnalis bersilaturahmi.

Dari Sibonu, rombongan melintasi jembatan tembus ke Pasar Dolo. Menyisir Desa Kotarindau hinga ke Kalukubula, kemudian berbelok ke Jalan Lando sampai ke Biromaru menuju Desa Loru.

Melewati beberapa desa, akhirnya sampai juga lokasi yang hendak dituju. Tapi ke greenhouse Loru, bukan perjalanan yang mulus tanpa hambatan. Jalan menuju lokasi itu, belum beraspal, masih tanah, penuh lubang hampir mirip kubangan. Mudah bagi mobil berbadan besar melewatinya, tapi tidak bagi mobil ukuran kecil.

Akhirnya tiba juga di lokasi yang disebut dengan greenhouse milik keluarga Ahmad Ali, Waketum Partai NasDem. Greenhouse adalah istilah lain dari rumah kaca. Itu merupakan sebuah bangunan tempat tanaman.

Menukil gramedia.com, greenhouse dapat berupa bangunan kecil atau bangunan yang ukurannya juga cukup besar. Konsep di balik rumah kaca berasal dari zaman Romawi, ketika Kaisar Tiberius menuntut makan mentimun Armenia setiap hari, serta tukang kebunnya harus menggunakan sistem yang mirip dengan rumah kaca modern untuk memastikan dirinya memiliki mentimun setiap hari.

Rumah kaca di Italia abad ke-13 adalah salah satu rumah kaca modern pertama. Awalnya, rumah kaca lebih umum berada di tanah orang kaya, tetapi selanjutnya dipelajari oleh berbagai universitas di seluruh dunia. Pada abad ke-19, barulah kemudian beberapa rumah kaca terbesar dibangun, sedangkan kubah geodesik semakin populer untuk digunakan di banyak rumah kaca pada abad ke-20.

Penggunaan greenhouse dalam budi daya tanaman, merupakan salah satu cara untuk mendekati kondisi optimal bagi pertumbuhan tanaman. Greenhouse pertama kali dikembangkan dan umum digunakan di kawasan yang beriklim subtropika. Penggunaan greenhouse terutama ditujukan untuk melindungi tanaman dari suhu udara yang terlalu rendah pada musim dingin.

Nelson (1978) mendefinisikan, greenhouse sebagai suatu bangunan untuk budi daya tanaman, yang memiliki struktur atap dan dinding yang bersifat tembus cahaya.

Cahaya yang dibutuhkan oleh tanaman dapat masuk ke dalam greenhouse, sedangkan tanaman terhindar dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, yaitu suhu udara yang terlalu rendah, curah hujan yang terlalu tinggi, dan tiupan angin yang terlalu kencang.

Kembali ke perjalanan rombongan yang diajak Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Sulteng ke greenhouse miliknya itu. Lokasinya cukup luas. Menurut Mansur M. Yahya, penanggung jawab greenhouse, lokasinya seluas 11 hektare, tetapi tak seluruhnya menjadi greenhouse.

Banyak tanaman di dalamnya. Mulai dari jagung yang mungkin sebulan lagi akan panen. Jagung itu ada untuk pakan dan ada pula jagung manis dan jagung pulut. Ada pula pisang, singkong yang orang Sulteng menyebutnya dengan ubi, kangkung, cabe, buah naga dan banyak lagi yang lain.

kaidah.ID

Di dalam lokasi itu, ada dua rumah minahasa berdiri kokoh. Ada pula satu bangunan yang disebut dengan rumah walet. Kota Palu dan Teluk Palu, cukup tampak jelas dari lokasi itu.

Berada di dalam kebun itu, kita belum bisa melihat greenhouse. Sebab masih harus berjalan sekira 700 meter ke arah timur, barulah kita bisa melihat sekira 20 unit greenhouse.

Tapi jangan kita bayangkan dindingnya terbuat dari kaca seperti penjelasan di atas. Greenhouse yang ini, dindingnya terbuat dari plastik tebal dan transparan.

“Sekarang ada 20 unit greenhouse. Insya Allah direncanakan akan dibangun 25 unit,” kata Nilam Sari Lawira, istri tercinta Ahmad Ali.

MELON JAWA TAK SEMANIS LORU

Di dalam greenhouse itu semuanya ditanami buah melon berbagai jenis. Nilam Sari Lawira yang juga Ketua DPRD Sulteng itu menjelaskan, ada buah melon yang isinya berwarna kuning, putih bahkan merah muda.

“Semuanya manis. Tak seperti melon di pasar umum, yang rasanya cenderung tawar,” kata anggota DPR RI terpilih itu.

Para konten kreator dan jurnalis diajak masuk ke dalam greenhouse, melihat dari dekat buah melon. Polybag berisi cocopeat menjadi media tanam dari ratusan pohon melon itu. Di dalamnya bergelantungan ratusan buah melon berwarna kuning siap panen. Meski ada beberapa buah yang masih kecil.

“Silakan ambil per buah per orang,” kata Nilam Sari mempersilakan tamu-tamunya.

“Pilih, lihat baik-baik. Kalau ujung batangnya yang menempel di buah itu sudah berwarna kuning kemerahan, itu berarti sudah matang dan boleh petik. Pakai pisau atau gunting,” jelas Nilam Sari yang memang latar pendidikannya adalah pertanian.

Mochammad Denda Muharom, pengelola greenhouse menjelaskan, rasa buah melon di tempat ini lebih manis dari yang biasanya. Itu karena suhu yang memang panas sehingga proses fotosintesis lebih sempurna.

Mochammad Denda Muharom | Foto: ochan/kaidah

“Di sini melonnya lebih manis, berbeda dengan yang ada di Jawa Barat yang memang daerah dingin, sehingga melon di Jawa tak semanis di Loru,” kata Denda Muharom yang memang didatangkan khusus dari Purwakarta, Jawa Barat untuk mengelola greenhouse itu.

Dia menerangkan, buah melon yang ditanam di greenhouse Loru itu siap panen pada 75 hari, setelah proses pindah tanam dari penyemaian. Dalam satu pohon, isinya dua buah melon.

“Di dalam 20 greenhouse itu, ada 800 pohon melon. Itu berarti menghasilkan 1600 buah melon,” sebutnya.

Per buah melon, kata dia, beratnya antara 1,5 kilogram hingga 2,6 kilogram, yang dijual seharga Rp35 ribu per kilogram (jika dibeli langsung di greenhouse), sampai Rp40 ribu per kilogram jika sudah dibawa ke supermarket.

Banyak varietas melon di greenhouse milik keluarga Ahmad Ali itu. Mulai dari varietas Intanon, Sweet Net9, Sagami, Fujisawa, Wakatobi, Hamiqua, Golden Prize, White Japan hingga Hanideo.

Sejauh ini, baru satu greenhouse yang panen perdana pada 1 Juni 20224 lalu. Sekali panen dalam satu greenhouse itu sebanyak 1 ton.

“Kita bisa enam kali panen dalam satu greenhouse. Target panen berikutnya nanti sebanyak 3 ton,” kata dia, sembari menambahkan, mereka harus menjaga kontinuitas panen, untuk memenuhi permintaan pasar.

Semua buah melon itu memang sudah punya pasar sendiri. Di Palu, dijual ke Swalayan Grand Hero di Jalan Basuki Rahmat, dan di Bumi Nyiur Swalayan.

“Kita sudah kontrak dengan Makassar. Melon dari sini akan dikirim ke penampungan di Makassar untuk pasar setempat dan dikirim ke Jawa,” kata Dena Muharom.

Anda mau petik melon dan langsung dimakan di tempat? Yuk! mari jalan-jalan greenhouse milik keluarga Ahmad Ali di Desa Loru, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi. (*)

Editor: Ruslan Sangadji

Disclaimer: Tulisan feature ini adalah advertorial atau iklan berbayar