LOBI YAHUDI. Kalimat itu kerap kita dengar setiap saat. Lobi Yahudi, biasanya dilakukan dalam berbagai cara, sebagai bentuk dari penetrasi terhadap pemahaman hubungan antara Indonesia dan Israel.
Salah satu cara lobi Yahudi adalah melalui dialog lintas agama dan budaya. Negara Zionis itu kemudian menggunakan Institut Leimena, sebagai “kaki tangan” mereka.
Kerja sama itu disampaikan langsung oleh Ari Gordon, Direktur Muslim Yahudi The America Jewish Committee (AJC), sebuah NGO yang pro terhadap Zionis Israel.
Lantaran itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) resmi memboikot lembaga tersebut, karena berafiliasi dengan Israel.
Boikot itu diikuti dengan adanya surat instruksi penegasan Kembali, terkait pelarangan hubungan kerja sama dengan lembaga-lembaga yang berafiliasi dengan Israel.
Surat resmi PBNU dengan nomor 2020/PB.03/A.1.03.08/99/07/2024, mempertegas surat instruksi sebelumnya pada era kepengurusan KH Said Aqil Siroj pada 2021 lalu.
“Merujuk Surat Edaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Nomor 4207/C.1.034/09/2021 tanggal 13 Shafar 1443 H/20 September 2021 M sebagaimana terlampir, dengan ini, kami tegaskan instruksi untuk menghentikan dan/atau menangguhkan semua program/proyek kerja sama yang berhubungan dengan Institut Leimena, Institute for Global Engagement (IGE), dan American Jewish Committee (AJC), baik yang masih dalam rencana maupun yang sedang berjalan, tidak pernah dicabut dan masih berlaku hingga saat ini,” isi surat edaran tersebut.
Wakil Ketua Umum PBNU Amin Said Husni menegaskan, surat pelarangan kerja sama dengan lembaga-lembaga yang berafiliasi dengan Israel yang terbit di masa Kiai Said, ditegaskan kembali pada masa kepengurusan Gus Yahya.
“Sebetulnya kebijakan untuk menangguhkan atau menghentikan kerja sama dengan lembaga-lembaga internasional, seperti ACJ yang disebutkan secara eksplaisit di dalam surat itu ‘kan sudah terbit pada kepengurusan PBNU periode yang lalu ketika Ketua Umumnya KH Said Aqil Siroj,” kata Amin Said Husni, Sabtu, 20 Juli 2024.
Amin Said Husni mengatakan, larangan hubungan atau kerja sama dengan lembaga yang disebutkan dalam surat instruksi itu seperti Institut Leimena, Institute for Global Engagement (IGE), American Jewish Committee (AJC), dan sejenisnya, tidak pernah dicabut sejak 2021 silam.
Menukil Jewishlink.news, Ari Gordon menjelaskan, kegiatan terbaru dalam upaya AJC untuk membangun dan memperluas hubungan Muslim-Yahudi, adalah misi kepemimpinan selama 10 hari yang diselenggarakan oleh AJC pada Juli di Indonesia.
Dia mengatakan, sebagai bagian dari keterlibatan jangka panjang ini, AJC telah bekerja sama dengan Leimena Institute (LI), sebuah LSM Indonesia yang memajukan pluralisme, untuk menyelenggarakan webinar internasional mengenai topik-topik Yahudi dengan Kementerian Agama Indonesia.
Selama setahun terakhir, kata dia, AJC telah bekerja sama dengan Institut Leimena untuk mengajarkan kelas “Pengantar Yudaisme” selama tiga jam kepada para pendidik agama di Indonesia, termasuk sesi “Tanya Apa Saja”, sebagai bagian dari program sertifikat Cross Cultural Religious Literacy (CCRL).
Lantas siapa Leimena Institute? Dikutip dari laman resminya, Institut Leimena adalah lembaga non profit yang berdiri tahun 2005, Institut Leimena dibentuk sebagai respons atas perkembangan situasi bangsa dan negara, serta harapan para pimpinan lembaga gereja aras nasional.
Partisipasi warga gereja dalam membangun bangsa dan negara sebetulnya telah mendapat perhatian umat Kristiani sejak lama. Oleh karena itu, Sidang Raya X DGI/PGI 1984 di Ambon memutuskan agar PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) membentuk lembaga kajian yang dinamai Akademi Leimena dengan Letjen. T.B. Simatupang sebagai ketua yang pertama.
Pada 2004, atas masukan dan harapan dari para pimpinan lembaga gereja aras nasional, beberapa pengurus Akademi Leimena sepakat untuk mendirikan Institut Leimena sebagai lembaga kajian independen yang mencerminkan perkembangan keberagaman gereja dewasa ini.
Para pendiri, sekaligus anggota Board of Trustees yang pertama adalah Jakob Tobing, Mangara Tambunan, Matius Ho, Radja Kami Sembiring Meliala, dan Viveka Nanda Leimena.
Lantas siapa Leimena Institute? Dikutip dari laman resminya, Institut Leimena adalah lembaga non profit yang berdiri tahun 2005, Institut Leimena dibentuk sebagai respons atas perkembangan situasi bangsa dan negara, serta harapan para pimpinan lembaga gereja aras nasional.
“Pada tahun pertamanya saja, pelatihan CCRL telah menjangkau lebih dari 2.400 pendidik agama di 34 provinsi di Indonesia,” kata dia.
Dia menyebutkan, dalam kunjungan kepemimpinan ke Indonesia pada bulan Juli, staf dan anggota dewan AJC bertemu dengan para pejabat pemerintah terkemuka, yang sangat mendorong lebih banyak lagi inisiatif antar masyarakat.
Mereka juga bertemu dengan para jurnalis, tokoh agama, aktivis masyarakat, akademisi dan pemimpin bisnis, serta mengunjungi beberapa sekolah dan perguruan tinggi agama.
Dalam sebuah program publik di Masjid Istiqlal (masjid terbesar di Asia Tenggara), Rabi Rosen dari AJC berpartisipasi dalam program publik untuk mempromosikan rasa saling menghormati melalui pendidikan, bersama dengan Imam Besar Masjid Istiqlal, Syekh Nasaruddin Umar, dan para pemuka agama lainnya.
Gordon menjelaskan tentang misi di Indonesia. Dia mengatakan perjalanan mereka masih panjang.
“Kami telah melangkah lebih jauh dalam membangun hubungan, namun perjalanan kami masih panjang,” katanya.
Lantas, siapa saja mitra dari organisasi yang berafiliasi dengan Israel ini di Indonesia?. Menurut laman resminya, di antara organisasi yang bekerja sama itu adalah:
- Masjid Istiqlal
- Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah (LP2PPM)
- Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah
- Maarif Institute
- Alkhairaat Palu Sulawesi Tengah
- Universitas Alkhairaat Palu Sulteng
- Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
- Yayasan Wakaf UMI Universitas Muslim Indonesia
- RBC Institute A Malik Fadjar
- The Sanneh Institute
- Templeton Religion
- Bridge Projects.
- Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Datokarama Palu. (*)
Editor: Ruslan Sangadji
Tinggalkan Balasan