Menebang kayu untuk membangun istana raja, harus diperhitungkan sedemikian rupa, sehingga saat jatuh ke tanah, benar-benar tepat pada arah yang membawa berkah.

Bahkan sebelum menebang kayu, harus dilaksanakan upacara adat di lokasi sekitar pohon pilihan itu. Tujuannya, untuk menghilangkan kemungkinan bahaya lainnya. Kayu yang dipilih biasanya kayu ulin atau kayu kapas.

Sedangkan untuk memiliki lokasi atau tanah tempat Sou Raja akan di bangun, orang yang akan ditugaskan harus menyucikan diri terlebih dahulu, kemudian mencari jawaban melalui proses tarekat (bertahannus) di waktu malam.

Habib Ali Muhammad Al Jufri, Ketua Majelis Pengajian Asybaalulkhairaat bersama Ahmad Ali dan Abdul Karim Al Jufri pada proses adat di Banua Oge atau Istana Raja Palu

Dari mimpi atau gambaran lain yang didapatkan dari yang bersangkutan, akan memberikan jawaban tentang baik dan buruknya tanah atau lokasi.

Ada beberapa hal penting lainnya, harus diperhatikan dalam proses membangun Souraja ini. Syarat pentingnya adalah, selama membangun Sou Raja dan Permaisuri serta seluruh yang ikut menentukan pembangunannya, haruslah dalam keadaan tidak sedang lapar.

Mengenai ke arah mana bangunan Istana Raja menghadap, sangat tergantung dari kemauan raja sendiri, berdasarkan firasatnya.

Calon gubernur dan wakil gubernur Ahmad Ali-Abdul Karim Al Jufri atau BERAMAL itu, sangat paham dengan filosofi Sou Raja atau Banua Oge atau Banua Mbaso itu.

Apalagi di barisan mereka, ada Longki Djanggola, yang merupakan keturunan langsung dari Raja Palu, Jodjokodi. Mantan Gubernur Sulteng dua periode itu, adalah Ketua DPD Gerindra Sulteng, yang menjadi partai pertama yang mengusung Pasangan BERAMAL.

Bagi Ahmad Ali-Abdul Karim Al Jufri, menjadi keniscayaan untuk menghormati dan menghargai adat Kaili. Menurut Pepatah Minang Dima bumi dipijak, di sinan langik dijunjuang – Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. (*)

Editor: Ruslan Sangadji