JAKARTA, KAIDAH.ID – Calon Bupati Parigi Moutong, M. Nizar Rahmatu, menyatakan keyakinannya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 24 Februari 2025 mendatang, akan membawa hasil yang menggembirakan. Ia optimistis MK akan memerintahkan Pemungutan Suara Ulang (PSU).
“Kami sangat percaya pada proses hukum yang berjalan di MK. Insya Allah, putusan nanti akan berpihak pada keadilan dan kebenaran. Kami optimistis PSU akan terjadi,” kata Nizar dalam keterangannya kepada kaidah.id, Ahad, 16 Februari 2025.
Menurut M. Nizar Rahmatu, tim hukumnya telah menyampaikan bukti dan argumen yang kuat di persidangan, sehingga ia yakin majelis hakim konstitusi akan mempertimbangkan fakta-fakta yang diajukan. Ia menegaskan, langkah hukum ini ditempuh demi menjaga demokrasi dan memastikan suara rakyat benar-benar dihormati.
“Tujuan kami bukan sekadar memenangkan kontestasi politik, tetapi lebih pada menegakkan keadilan. Hak pilih masyarakat Parigi Moutong harus dihormati dan dijaga,” tambahnya.
ADU ARGUMENTASI
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menggelar Persidangan Pemeriksaan Lanjutan untuk Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Parigi Moutong (PHPU Bupati Parigi Moutong) pada Selasa, 11 Februari 2025 lalu.
Sidang yang berlangsung di Ruang Sidang Pleno MK ini mengagendakan pemeriksaan Saksi dan Ahli Perkara Nomor 75/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang diajukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Parigi Moutong Nomor Urut 3 M. Nizar Rahmatu dan Ardi.
Baca di halaman selanjutnya:
Dalam sidang tersebut, Pemohon menghadirkan Abdullah sebagai Ahli. Abdullah menyoroti adanya dugaan pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) yang dinilainya mempengaruhi hasil pemilihan. Ia menjelaskan, hasil pemilihan yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Parigi Moutong, harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Abdullah juga menekankan pentingnya memperhatikan masa jeda lima tahun bagi calon bupati yang pernah menjadi terpidana. Menurutnya, masa jeda tersebut dihitung sejak putusan hakim berkekuatan hukum tetap dibacakan.
“Pemotongan masa hukuman selama proses penyidikan atau penuntutan merupakan aspek teknis dalam pemidanaan dan tidak memengaruhi masa jeda yang diwajibkan oleh undang-undang,” jelas Abdullah.
Abdullah menilai, keputusan KPU Kabupaten Parigi Moutong Nomor 1450 Tahun 2024, yang menetapkan pasangan calon bupati dan wakil bupati pada 22 September 2024, sudah sesuai prosedur. Keputusan tersebut dinilai sah secara hukum karena tidak melanggar ketentuan Pasal 7 ayat 2 huruf g UU Pemilihan.
Namun, Abdullah mengkritik tindakan KPU Kabupaten Parigi Moutong selaku Termohon yang tidak mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang membatalkan keputusan tersebut, menyebutnya sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang.
“Sikap atau tindakan KPU Parigi Moutong, yang tidak mengajukan upaya kasasi ke MA terhadap putusan PTUN yang membatalkan keputusan KPU Parigi Moutong Nomor 1450 Tahun 2024, dapat dipandang tindakan sewenang-wenang atau beriringan dengan tindakan penyalahgunaan wewenang,” tegas Abdullah.
Menanggapi hal ini, Termohon menghadirkan M. Syaiful Aris sebagai Ahli. Syaiful membantah tudingan tersebut dan menegaskan, keputusan KPU untuk tidak mengajukan kasasi sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
“Pasal 154 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016 menyatakan, gugatan sengketa tata usaha pemilihan diajukan ke PTUN setelah seluruh upaya administratif dilakukan. Sementara Pasal 154 ayat (1) memberikan pilihan kepada pihak Terkait untuk mengajukan kasasi atau tidak,” jelas Syaiful.
Oleh karena itu, Syaiful mengungkapkan, ketentuan rumusan pasal 154 ayat (6) UU Nomor 10 Tahun 2016 memberikan suatu pilihan tindakan kepada para pihak termasuk kepada Termohon untuk melakukan upaya kasasi atau tidak melakukan kasasi berdasarkan pertimbangan yang rasional.
BUKTI VIDEO
Pada kesempatan yang sama, Panel 3 juga mendengarkan keterangan saksi Pemohon. Arif merupakan koordinator timses dari Pemohon mengatakan, setelah proses pencoblosan dan sebelum pencoblosan, banyak mendapatkan kiriman video maupun percakapan yang berkaitan dengan beberapa pelanggaran di beberapa kecamatan.
“Ada beberapa hal dan telah dilaporkan ke Bawaslu terkait dengan oknum kepala desa, yang melakukan mobilisasi massa dan menggunakan mobil desa untuk mengangkut masa untuk berkampanye,” terangnya.
Sementara itu, Nasar, saksi mandat dari pihak pemohon, memberikan keterangan terkait dugaan keterlibatan kepala desa dalam mempengaruhi hasil pemilihan. Ia mengungkapkan, sejak sebelum hari pencoblosan, terdapat indikasi kepala desa mengarahkan pilihan warga.
“Waktu pencoblosan, kami tidak lagi menemukan adanya arahan langsung, tetapi sejak awal sudah ada upaya pengarahan. Contohnya di Desa Ongka Persatuan, Kepala Desa Saparin menyampaikan kepada salah satu penerima bantuan PKH, jika tidak mengikuti pilihannya, yaitu nomor urut 4, maka akan dikeluarkan dari PKH,” terang Nasar.
Nasar menambahkan, dugaan dukungan kepala desa terhadap pasangan nomor urut 4 semakin kuat setelah pemilihan.
“Pada tanggal 28, sehari setelah pemilihan, semua kepala desa yang kami duga terlibat hadir di kediaman pasangan Erwin. Kami melaporkan hal ini pada malam itu juga, tetapi laporan kami ditolak oleh Bawaslu. Setelah berdebat sekitar satu jam, Panwascam Mepanga akhirnya menghubungi Panwas Kabupaten, dan laporan kami diterima. Namun, setelah laporan diterima, kami tidak mengetahui tindak lanjutnya,” ungkapnya.
Di sisi lain, saksi dari pihak Termohon yang juga Ketua KPU Provinsi Sulawesi Tengah Risvirenol menegaskan, KPU Provinsi hanya bertugas memantau dan menerima laporan dari seluruh tahapan pemilu yang dilaksanakan di tingkat kabupaten/kota.
“Kami mengetahui bahwa dalam proses pendaftaran, Pak Amrullah telah dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) oleh KPU Kabupaten Parigi Moutong. Pak Amrullah kemudian mengajukan keberatan atau banding ke Bawaslu. Dalam hal ini, kami di tingkat provinsi hanya mengetahui proses tersebut tanpa bisa melakukan intervensi, karena prinsip penyelenggaraan pemilu oleh KPU adalah mandiri,” jelasnya.
Sebagai informasi, Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Parigi Moutong Nomor Urut 3 M. Nizar Rahmatu – Ardi (Pemohon) mendalilkan Calon Bupati Parigi Moutong Nomor Urut 5 Amrullah S. Kasim Almahdaly dinilai tidak memenuhi syarat pencalonan.
Dalam permohonannya, Pemohon menjelaskan, berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Amrullah S. Kasim Almahdaly menjalani proses pidana. Dengan demikian, perhitungan masa jeda lima tahun bagi dirinya baru dimulai setelah putusan tersebut dikeluarkan. Artinya, masa jeda tersebut belum terpenuhi pada saat proses pendaftaran calon yang berlangsung pada 27 – 29 Agustus 2024.
Ketentuan terkait masa jeda bagi mantan terpidana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, serta diperjelas dalam Pasal 14 ayat (2) huruf f dan Pasal 17 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2024.
Berdasarkan regulasi tersebut, seseorang yang pernah menjadi terpidana, harus menunggu selama lima tahun setelah bebas sebelum dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Namun, KPU Parigi Moutong tetap menetapkan pasangan Amrullah S. Kasim Almahdaly dan Ibrahim Hafid sebagai peserta pemilihan. (*)
Editor: Ruslan Sangadji


Tinggalkan Balasan