Inilah kesimpulan disertasi saya. Bahwa kelembagaan sudah ada yaitu kementerian Investasi dan Hilirasi, tata Kelola sudah ada Satgas Hilirisasi, Lembaga pembiayaan alhamdulillah semua perbankan membiayai hilirisasi, keadilan kita ubah Undang-Undang Minerba.
Maka pertanyaan saya adalah, di manakah yang saya tidak pahami dari disertasi saya itu. Mana yang mau direvisi. Tapi is ok, mungkin yang dimaksud dengan revisi itu adalah, ada yang belum adil dan belum saya eksekusi, yaitu dana bagi hasil dari dana hilirisasi.
Dalam temuan disertasi saya, saya temukan bahwa ada ketimpangan dan ketidakdilan secara substantif dana bagi hasil pusat dan daerah. Daerah itu cuma dapat 15 persen, dan itu tidak fair. Seharusnya 55:45 maksudnya 55 persen pusat dan 45 persen daerah yang dibagi untuk kabupaten 30 persen dan 15 persen untuk provinsi).
Mungkin inilah yang dimaksud dengan revisi itu. Tapi ini harus ubah lagi UU Perpajakan dan saya sebagai Ketum Golkar, akan saya perjuangkan ini. Kalau ini mampu kita Kelola dengan baik, maka hilirasi itu menjadi satu sumber pertumbuhan yang berkualitas sehingga kita bisa keluar dari jebakan kutukan negara sumber daya alam.
AMBIL ALIH PIMPINAN SIDANG DI FORUM G-20
Saya mau cerita, waktu di Forum G-20, Ketika saya usulkan isu hilirasi kita diintersep oleh negara-negara G-7. Dan saya fight. Di situ Bang Zulkifli Hasan kaget, saat terjadi lobi antar pejabat eselon 1 dan menteri ekonomi dan invetasi di forum itu terjadi deadlock, saya ambil alih pimpinan sidang.
Karena ada perintah Presiden Jokowi waktu itu adalah, bagaimana caranya agar tetap hilirisasi masuk dalam bagian kesepakatan G-20.
Karena kita sudah dibawa ke WTO. Pelarangan ekspor nikel kita dibawa ke WTO. Saat saya pimpin sidang, saya katakan kepada mereka: Tuan-tuan, kami negara-negara berkembang belajar teori ekonomi dan pengalaman ekonomi dari negara tuan-tuan. Bagaimana Inggris, bagaimana Amerika, bagaimana China. Dan sekarang negara Anda sudah mampu menapaki satu anak tangga ke anak tangga yang lain dan kalian sekarang sudah menjadi negara maju.
Kita bergabung dalam negara G-20, karena kita menguasai perdagangan 70 persen dan GDP dulu yang 80 persen, dan kita punya kesepahaman untuk maju bersama-sama. Maka saya tanya, jika masih ada satu negara yang belum setuju memasukan hilirisasi, sebagai satu komunike bersama para kepala negara, maka pertanyaan saya cuma satu: Tunjukan jalan mana yang harus kami ambil, agar negara kami bisa sama seperti negara kalian.
Dan saya tunjukan kepada tuan-tuan, bahwa kita di sini semua harus berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dalam satu komunitas negara G-20. begitu saya tanya, masih ada negara yang belum setuju, tapi tidak ada yang angkat tangan. Saya tanya sekali lagi, masih ada negara yang belum setuju, tapi tidak ada yang angkat tangan.
Karena tuan-tuan sudah setuju, maka seizin tuan-tuan, dan dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, saya nyatakan bahwa komunike bersama untuk hilirasi menjadi kesepakatan bersama. Langsung saya ketuk palu sidang. Setelah itu, mereka mengerubuti saya dan memprotes saya.
Maka jangan pernah berpikir bahwa negara-negara G-7 itu akan rela melihat negara-negara berkembang yang kaya sumber daya alam itu maju melalui hilirisasi.
Jadi menurut saya, hari ini, hilirisasi menjadi satu instrumen penting untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang berkualitas, untuk menghambat deindustrialisasi dan meningkatkan kompetitifitas kita untuk dan melawan negara. Kalau tidak, kita akan Kembali ke zaman VOC. itu kira-kira bagian dari intisari disertasi saya. (*)
Penulis: Ruslan Sangadji


Tinggalkan Balasan