Di Desa Jononunu, misalnya, akan berdiri Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) senilai Rp6,5 miliar. Bagi sebagian orang, proyek ini mungkin terdengar remeh. Tapi bagi warga desa, ini adalah janji tentang sanitasi yang lebih layak, tentang kehidupan yang lebih sehat dan bermartabat.

Di Sausu dan Baliara, sebuah puskesmas baru bernilai Rp7,8 miliar akan segera dibangun. Tak lagi ada perjalanan panjang bagi ibu hamil yang ingin melahirkan, atau anak-anak yang butuh vaksinasi. Pelayanan kesehatan yang manusiawi adalah hak setiap warga, dan Richard memastikan hak itu terpenuhi.

Sementara itu, Gedung Layanan Perpustakaan senilai Rp10 miliar akan menjadi jantung intelektual kabupaten. Anak-anak dari pesisir hingga pegunungan akan memiliki ruang untuk bermimpi dan belajar, karena ia percaya bahwa investasi terbaik adalah investasi pada pengetahuan.

Tak ketinggalan, ada pengadaan Modular Operation Theatre (MOT) untuk ruang operasi di rumah sakit. Dengan dana Rp10,8 miliar, fasilitas ini menjanjikan pelayanan medis yang modern dan efisien. Pasien tidak lagi harus dirujuk jauh ke kota besar. Kini, harapan untuk sembuh bisa ditemukan di rumah sendiri.

MEMAHAT MASA DEPAN DI BAWAH LANGIT PARIGI MOUTONG

Malam mulai turun di Parigi Moutong, tetapi lampu-lampu di kantor bupati tetap menyala. Di ruang kerjanya, Richard Arnaldo memandang lembaran-lembaran rencana kerja yang menumpuk di meja. Ia tahu, setiap angka dalam laporan itu mewakili harapan ribuan orang di pelosok dan pinggiran desa.

“Tidak ada pembangunan yang berjalan sendiri,” gumamnya pelan.

Richard Arnaldo mengerti, kemajuan ini adalah hasil dari tangan-tangan yang bekerja tanpa lelah, dari petani di sawah hingga pegawai yang memproses dokumen di balik meja.

Richard Arnaldo bukan sekadar nama dalam daftar panjang pejabat negara. Di Parigi Moutong, ia adalah simbol dari komitmen, ketekunan, dan mimpi besar yang perlahan menjadi kenyataan.

Dan di bawah kepemimpinannya, kabupaten ini melangkah mantap menuju masa depan—masa depan yang lebih terang di bawah langit Sulawesi Tengah. (*)

Penulis: Ruslan Sangadji