PALU, KAIDAH.ID – Dewan Majelis Wali Adat Kota Patanggota Ngata Palu akan menggelar Libu Potangara Nuada atau Sidang Peradilan Adat, atas tindakan ujaran kebencian, penghinaan, dan fitnah yang dilakukan oleh Fuad Plered terhadap HS Idrus bin Salim Aljufri atau Guru Tua, tokoh ulama dan pendidik yang sangat dihormati, khususnya di kawasan Timur Indonesia.
Sidang adat ini akan berlangsung pada Kamis, 10 April 2025 di Palu, dengan menghadirkan Fuad Plered sebagai teradu. Untuk kepentingan itu, Dewan Majelis Adat Kota Patanggota Ngata Palu telah berkirim surat kepada Fuad Plered melalui dewan adat di tempat domisilinya.
Fuad Plered dilaporkan oleh masyarakat melalui Komisaris Wilayah Alkhairaat Sulawesi Tengah (Sulteng), kepada Tomaoge Dewan Adat Kota Patanggota Ngata Palu. Laporan tersebut disampaikan oleh Arifin Sunusi.
Laporan oleh Aifin Sunusi itu, merespons pernyataan Fuad Plered dalam kanal YouTube miliknya, yang diunggah pada Ahad, 22 Maret 2025, pukul 20.49 WITA, yang menyebut Guru Tua dengan kata-kata tak pantas seperti “monyet” dan “pengkhianat”.
Dalam sistem hukum adat Kaili — Etnis asli Lembah Palu — pernyataan Fuad Plered tersebut digolongkan sebagai pelanggaran adat berat atau Vaya Mbaso dalam kategori Salambivi dan Salakana (salah ucapan dan salah tindakan/perilaku).
Salambivi dan Salakana, karena Fuad Plered telah merendahkan martabat seorang ulama besar, yang dikenal dengan perjuangannya dalam mendirikan dan membesarkan Lembaga Pendidikan Alkhairaat di Indonesia Bagian Timur.
Dengan demikian, sebagai bentuk penegakan hukum adat, Dewan Majelis Wali Adat dapat dipastikan akan menerapkan sanksi adat Givu Mbaso (denda atau sanksi berat) kepada Fuad Plered.
Dalam Hukum Adat Kaili, sanksinya bisa mencakup pembayaran denda berupa beberapa ekor kerbau, pemisahan dari kehidupan sosial masyarakat, dan jika tidak dipatuhi, bisa meningkat hingga sanksi adat tertinggi Nakaputu Tambolo (Putus Leher).
Sanksi itu diberikan, sesuai dengan isi laporan yang disampaikan Arifin Sunusi, karena Guru Tua atau Sayyid Idrus bin Salim Aljufri, tidak hanya dihormati karena keulamaannya, tetapi juga atas jasanya dalam mengembangkan pendidikan Islam dan budaya lokal. Perjuangannya telah dibuktikan dalam berbagai penelitian ilmiah, termasuk disertasi dan karya ilmuwan nasional dan internasional, serta pengakuan dari tokoh-tokoh besar bangsa.
Lantaran itu, Majelis Adat Kota Patanggota Ngata Palu nantinya akan menilai, ucapan Fuad Plered bukan hanya dianggap menghina figur Guru Tua secara pribadi, namun juga menodai nilai-nilai budaya dan spiritual masyarakat Ngata Palu dan abnaulkhairaat secara umum. Tindakan ini telah menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat, bahkan berpotensi memicu konflik terbuka antar kelompok.
Peradilan adat ini bukan untuk balas dendam, melainkan untuk mengembalikan marwah dan kehormatan Guru Tua, yang telah dilukai dengan ujaran kebencian oleh Fuad Plered. Ini juga sebagai upaya menenangkan masyarakat dan mencegah kegaduhan sosial lebih lanjut.
Pelaksanaan sidang adat nantinya, akan disaksikan oleh unsur masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan perwakilan dari Pengurus Besar Alkhairaat. Ini menandai bentuk keseriusan masyarakat adat Ngata Palu dalam menjaga kehormatan tokoh panutannya serta menegakkan hukum adat yang masih hidup dan relevan hingga kini.
ISI LAPORAN DARI KOMWIL ALKHAIRAAT SULTENG
Sebelumnya, Dewan Majelis Wali Adat Kota Patanggota Ngata Palu menerima laporan resmi dari Komisariat Wilayah Alkhairaat Sulawesi Tengah terkait penghinaan dan ujaran kebencian terhadap Guru Tua oleh seorang Youtuber bernama Fuad Plered.
Pengaduan disampaikan oleh Arifin Sunusi, selaku Ketua Komisariat Wilayah Alkhairaat Sulawesi Tengah, mewakili sikap keberatan seluruh warga Alkhairaat di dalam dan luar negeri.
Dalam pengaduannya, Arifin Sunusi menyampaikan, Fuad Plered pada Ahad malam, 23 Maret 2025 pukul 20.49 WITA, mengunggah sebuah tayangan di kanal Youtube miliknya yang secara verbal menyebut Guru Tua dengan sebutan “monyet” dan “pengkhianat”.
Tak hanya itu, Fuad juga menyampaikan penolakan terhadap usulan pemberian gelar pahlawan kepada Guru Tua serta menyebarkan opini negatif tanpa dasar terhadap Alkhairaat, termasuk mencurigai kurikulum pendidikan yang dirintis oleh tokoh besar tersebut.
“Tindakan Fuad Plered ini dinilai telah melukai perasaan warga Alkhairaat, mencederai martabat dan kehormatan Guru Tua, yang dikenal sebagai ulama, pendidik, dan pemimpin spiritual besar di kawasan timur Indonesia,” kata Arifin Sunusi.
Fuad Plered disebut melanggar norma adat Kaili, khususnya dalam kategori Vaya Mbaso yang mencakup dua pelanggaran besar: Salambivi (ucapan yang menghina dan tidak senonoh) dan Salakana (tindakan merendahkan derajat seseorang).
Menurut Arifin Sunusi, kata-kata kasar dan tuduhan tak berdasar dari Fuad Plered, tidak hanya melukai perasaan, tetapi juga berpotensi menimbulkan kegaduhan sosial dan merusak keharmonisan masyarakat.
Dalam tradisi adat Kaili, pelanggaran ini dapat dikenakan sanksi berat berupa Givu, yakni denda adat yang meliputi tujuh pasang kerbau, kain putih, kelewang adat, dulang kepala, kambing jantan, hingga sejumlah uang ringgit untuk sedekah. Jika pelanggaran ini dianggap ekstrem dan menimbulkan pertumpahan darah, maka sanksi bisa meningkat hingga Nakaputu Tambolo (Putus Leher), meski keputusan akhir tetap berada di tangan Majelis Adat.
Sebagai bentuk penghormatan terhadap mekanisme penyelesaian konflik berbasis budaya lokal, Dewan Adat Patanggota Ngata Palu akan menggelar Libu Potangara Nu Ada (Sidang Peradilan Adat) dalam waktu dekat. Sidang ini akan melibatkan Badan Musyawarah Adat (BMA) Sulawesi Tengah, Pengurus Besar Alkhairaat, serta tokoh adat dan pemangku kepentingan terkait.
“Ini bukan hanya soal penghinaan personal, tapi menyangkut harga diri sebuah komunitas besar, harga diri adat, dan warisan spiritual keummatan yang telah dibangun oleh Guru Tua. Kami percaya, hukum adat mampu mengembalikan keseimbangan sosial yang telah terganggu,” tegas Arifin Sunusi.
Di akhir pengaduannya, Arifin Sunusi memohon agar Dewan Majelis Wali Adat menjatuhkan keputusan seadil-adilnya.
“Tabe, tabe, tabe Dewan Majelis. Kami warga Alkhairaat hanya ingin keadilan. Kami hanya ingin Guru Tua dihormati sebagaimana beliau telah menghormati semua umat, semua golongan, dan semua manusia,” tandas Arifin Sunusi. (*)
Editor: Ruslan Sangadji
Tinggalkan Balasan