Kemudian YPAL melatih kepemimpinan dan bisnis bagi ketua kelompok, Sikola Mombine membantu pemasaran produk, WALHI membuka sekolah lapang agroforestry, dan BRWA menandai batas wilayah adat.

“Kolaborasi ini menjadi kunci, agar masyarakat tidak berjalan sendiri,” kata Muhammad Neng.

Wakil Gubernur Sulawesi Tengah, Reny Lamadjido, menyebut roadmap ini sebagai terobosan penting yang sejalan dengan program Berani Makmur.

“Saya yakin kelompok tani hutan bisa mengembangkan usaha produktif berbasis hasil hutan bukan kayu. Ini bukan hanya soal hutan, tapi juga kesejahteraan,” katanya.

Gubernur Anwar Hafid juga bilang, hutan bukan sekadar sumber daya, melainkan aset ekonomi rakyat.

“Proper ini sejalan dengan 9 Program Berani, khususnya Berani Makmur. Hutan harus memberi manfaat nyata bagi masyarakat,” ucap gubernur.

Muhammad Neng, penggagas Proyek Perubahan (Proper) Transformasi Perhutanan Sosial, menutup dengan pesan yang menegaskan arah besar roadmap ini.

“Kami ingin masyarakat tidak hanya sebagai pengelola hutan, tapi juga pelaku usaha mandiri dan berkelanjutan,” katanya.

Dari peta jalan perhutanan sosial ini, Muhammad Neng ingin menegaskan, bahwa Sulawesi Tengah punya optimisme menjadi pionir nasional dalam transformasi perhutanan sosial.

Peta ini jalan ini dapat menjai sebuah model pemberdayaan yang menjaga hutan tetap lestari, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan mengangkat kesejahteraan masyarakat.

Dan pada akhirnya, roadmap ini bukan sekadar dokumen lima tahun. Ia adalah janji bahwa hutan Sulawesi Tengah tidak lagi dilihat sebagai lahan kosong, melainkan rumah bagi kesejahteraan rakyat.

Bila kolaborasi terus terjaga, maka di antara rimbun pepohonan itu akan tumbuh harapan baru: ekonomi hijau yang menyejahterakan sekaligus melestarikan bumi. (*)

Penulis: Ruslan Sangadji (Moch. Subarkah ikut berkontribusi dalam artikel ini)