Badan Geologi Kementerian ESDM pada 2019 menulis, sumber daya logam tanah jarang yang berhasil diteliti, banyak dijumpai di lokasi kaya sumber daya timah, seperti Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, selatan Kalimantan Barat, Banggai (Sulawesi Tengah), Parmonangan (Sumatera Utara), Ketapang (Kalimantan Barat) dan Taan (Sulawesi Barat).

JAKARTA, KAIDAH.ID – Perkembangan peradaban dan teknologi, membutuhkan mineral sebagai bahan pendukung kemajuan industri ramah lingkungan, salah satunya logam tanah jarang atau rare earth. Pemerintah Indonesia telah menyadari itu.

Badan Geologi Kementerian ESDM pada 2019 menulis, sumber daya logam tanah jarang yang berhasil diteliti, banyak dijumpai di lokasi kaya sumber daya timah, seperti Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, selatan Kalimantan Barat, Banggai (Sulawesi Tengah), Parmonangan (Sumatera Utara), Ketapang (Kalimantan Barat) dan Taan (Sulawesi Barat).

Potensi itu diungkap Badan Geologi Kementerian ESDM dalam buku ‘Potensi Logam Tanah Jarang di Indonesia’ yang diterbitkan pada 2019 lalu. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin, mengatakan Pemerintah Indonesia akan mempercepat kegiatan eksplorasi logam tanah jarang, agar memberikan manfaat bagi Indonesia.

Untuk kepentingan itu, kata Ridwan Djamaluddin, Pemerintah Indonesia telah membentuk tim pengembangan industri berbasis logam tanah jarang, dan percepatan Instruksi Presiden Hilirisasi Logam Tanah Jarang.

“Indonesia punya 28 lokasi yang menyimpan mineral logam tanah jarang, yang berpotensi dilanjutkan eksplorasinya,” kata dia.

Di dalam buku tersebut dijelaskan, logam tanah jarang itu, termasuk salah satu dari mineral strategis dan termasuk critical mineral, yang terdiri dari kumpulan 17 unsur kimia pada tabel periodik, terutama 15 lantanida ditambah skandium dan yttrium.

“Unsur-unsur tersebut sangat berperan dalam pengembangan industri maju berbasis teknologi, di antaranya sektor energi, pertanahan, komunikasi, penerbangan, baterai, hingga elektronik,” begitu kata Ridwan Djamaluddin.

Penggunaan logam tanah jarang ini memicu berkembangnya material baru yang berdampak terhadap perkembangan teknologi yang cukup signifikan dalam ilmu material. Perkembangan material ini banyak diaplikasikan di dalam industri, guna meningkatkan kualitas produk seperti magnet.

Logam tanah jarang menghasilkan neomagnet yang memiliki medan magnet lebih baik ketimbang magnet biasa, sehingga memungkinkan perkembangan teknologi berupa penurunan berat dan volume speaker dan munculnya dinamo yang lebih kuat hingga mampu menggerakkan mobil.

“Nah, pemanfaatan logam tanah jarang mampu menjadikan mobil hybrid bertenaga listrik yang dapat menempuh perjalanan yang jauh. Maka komoditas ini memiliki value yang sangat strategis bagi industri masa depan,” sebutnya.

China, kata dia, adalah negara produsen logam tanah jarang terbesar di dunia, dengan angka produksi 84 persen, lalu disusul Australia 11 persen, Rusia dua persen, India dan Brazil satu persen, kemudian sisanya negara-negara lain yang jumlahnya sedikit.

“Dan Indonesia termasuk bagian dari negara yang memiliki sedikit sumber daya logam tanah jarang itu,” ujarnya.

Walau sedikit, katanya, Pemerintah Indonesia akan memaksimalkan potensi tersebut, agar dapat menjadi sumber energi yang bisa menggerakkan ekonomi nasional di masa depan.

“Indonesia punya bahan baku yang cukup untuk kita kelola sebagai sumber energi masa depan dan juga sumber bagi gerakan ekonomi masa mendatang,” kata Ridwan Djamaluddin.

Di Indonesia ada beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang aktif terlibat untuk kegiatan pemanfaatan logam tanah jarang, antara lain PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, PT Pindad, PT Dahana, PT Krakatau Steel, PT Barata Indonesia, PT Boma Bisma indra, PT KAI, PT Telkom, serta perusahaan elektronika lainnya.

“Beberapa waktu lalu, pemerintah sudah membentuk BUMN yang secara khusus menangani baterai, yaitu Indonesia Battery Corporation (IBC). Pertimbangannya, mineral adalah bahan penting dalam menujang kemajuan peradaban manusia. Revolusi industri pun didorong pertumbuhan industri mineral ini,” kata dia. *