BANGGAI, KAIDAH.ID – Di Banggai, Sulawesi Tengah orang menyebutnya ikan pupu. Di Ternate dan Manado, lazim menyebutnya ikan fufu. Di Ambon, masyarakatnya lebih mengenal dengan nama ikan asar. Orang Banggai menyebut ikan pupu, karena dialeg mereka, menyebut huruf F dengan P. Maka fufu menjadi pupu.
Ikan pupu, atau ikan fufu atau ikan asar ini, adalah ikan cakalang segala ukuran atau ikan tuna yang dipanggang atau diasapi hingga berwarna kecoklatan. Di Desa Luok, Kecamatan Balantak, Kabupaten Banggai, masyarakat setempat juga punya usaha ikan fufu.
Ny. Arni Bimadu dan keluarganya di desa itu, adalah angota kelompok usaha kecil berbasis sumber daya ikan. Mereka dikenal sebagai pembuat ikan fufu. Selama ini, mereka berusaha sendiri, tetapi sekarang, mendapatkan pendampingan dari Relawan untuk Orang dan Alam (ROA) atas dukungan Burung Indonesia serta Critical Ecosystem Partnership Fund di wilayah Kecamatan Balantak, Kabupaten Banggai.
Membuat ikan fufu tidaklah sulit. Cukup ikannya dibersihkan, kemudian menusuknya dengan menggunakan bambu yang sudah dibelah dan dibersihkan. Tetapi menusuknya dari mulut ikan. Di Banggai, warga menusuknya di bagian antara ekor dan perut ikan. Kemudian dipanggang atau diasapi di atas bara api. Biasanya orang menggunakan sabuk kelapa (gonofu dalam bahasa lokal) atau juga bara dari tempurung kelapa. Tetapi, memanggang ikan fufu dengan menggunakan bara tempurung kelapa, membuat rasa ikan lebih gurih dan enak.
“Memang, cara memanggangnya berbeda seperti kita membakar ikan. Kalau ikan pupu jaraknya diatur sedemikian rupa agar matangnya merata dan kulitnya kelihatan coklat keemasan,” kata Arni Bimadu.
Dia mengatakan, bara api juga harus dijaga, agar tidak menyala, karena akan menghanguskan ikan yang sedang difufu atau diasapi itu.
Ny. Arni melakoni usaha ikan pupu itu, selain untuk memenuhi permintaan konsumen, juga dijajakan di wilayah yang berdekatan dengan wilayah pegunungan.
“Harga ikan pupu bervariasi, mulai dari Rp10.000 per tiga ekor sampai Rp10 ribu per empat ekor, tergantung ukuran,” katanya.
Ikan Pupu Suir-suir
Matahari mulai masuk ke peraduan. Ny. Arni mulai sibuk di dapur menyiapkan makan malam bagi para pendamping dari ROA.
“Malam nanti kita makan ikan pupu suir-suir saus tomat. Pasti kamu akan batambah (nambah) makannya. Saya juga siapkan ikan pupu dimasak santan,” ujar Ny. Arni kepada para pendamping dari ROA.
Hidangan makan malam di meja makan sudah siap. Ny. Arni menyiapkan nasi putih, pisang rebus, ikan bakar dan ikan pupu suir-suir saus tomat.
“Wuihhh lezatnya. Sungguh makan malam yang nikmat. Bu, saya mau ikan pupu dibawa ke Pulo Dua saat kami kemping di sana, nanti sekalian juga saat kami pulang ke Palu,” pesan Abal, bossnya ROA.
Lain lagi dengan Muhammad Isnaeni, memosting proses pembuatan ikan pupu sampai siap dimakan ke media sosial. Alhasil tak sedikit yang meminta padanya untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh. Otomatis membuat Ny. Arni sibuk, karena harus melayani pesanan tambahan untuk dibawa ke Palu.
Dia berharap, ikan pupu buatannya dapat dipasarkan ke luar Banggai. Seperti yang selama ini dilakukan di Ambon dan Ternate, ikan pupu atau ikan fufu dikemas rapid an menjadi salah satu oleh-oleh untuk dibawa pulang oleh tamu yang datang berkunjung ke kota itu. (subarkah)
Tinggalkan Balasan