DALAM dua bulan terakhir, publik Sulawesi Tengah terhentak, setelah Ahmad M. Ali dilantik sebagai Ketua Pimpinan Wilayah Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Sulawesi Tengah. Ia dilantik oleh M Jusuf Kalla, Ketua Umum Pimpinan Pusat DMI di pelataran Masjid Agung, Kelurahan Lolu, Palu.
Faktanya, ada yang terhenyak tapi ada pula mempertanyakannya, karena Ahmad Ali yang dikenal sebagai politisi dengan jabatan mentereng di tingkat nasional, sebagai Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, tetapi kenapa mau kembali ke daerah untuk memimpin organisasi yang mengurusi masjid.
Pembicaraan soal itu kerap didengar di sejumlah tempat informal. Farid Djavar Nasar mengatakan, seharusnya masyarakat berterima kasih, karena meski punya jabatan di tingkat pusat, tetapi Ahmad Ali mau kembali ke Sulawesi Tengah, untuk mengurusi masjid yang selama ini hanya dipikirkan dan diurusi oleh pengurus masjid atau dewan syara’ saja.
“Kita harus mengapresiasi itu,” ujar Farid.
Nilam Sari Lawira, istri Ahmad Ali menyatakan rasa syukurnya karena suaminya mau mengurusi masjid dan kemanusiaan.
“Saya sangat bersyukur karena itu. Saya lebih suka dia urus masjid dan umat. Saya lebih tenang. Alhamdulillah,” kata Ketua DPRD Sulteng itu saat melayat di rumah duka almarhum Tanwir Lamaming beberapa waktu lalu.
Sejak Ahmad Ali menahkodai DMI Sulteng, peran-peran organisasi itu semakin kelihatan, dibanding dengan kepengurusan sebelumnya. Bahkan, di masa kepengurusan sebelumnya, organisasi itu nyaris tak berbunyi. Orang memandang sebelah mata organisasi itu. Hanya dianggap sebagai organisasi pelengkap saja tanpa peran yang berarti.
Situasi itu berbeda dengan sekarang, apalagi selama Bulan Ramadhan ini. Salah satu rumah Ahmad Ali yang disulap menjadi secretariat DMI, setiap hari menyediakan buka puasa dan gratis bagi siapa saja tanpa pandang bulu.
Setiap hari sekretariat DMI itu ramai dikunjungi berbagai lapisan masyarakat. Mereka datang tidak sekadar berbuka puasa dan makan, tetapi juga mendengarkan wawancara tokoh melalui podcast dan kultum Ramadhan para ustadz.
Sebuah kafe yang berdampingan dengan Sekretariat DMI di Jalan Balai Kota Utara Kota Palu itu, juga disulap menjadi mushalla dan setiap hari selalu dipenuhi warga.
Portal-portal berita di Kota Palu, diajak kerja sama sebagai media partner secara profesional, untuk memberitakan setiap aktivitas DMI Sulteng. Maka tidak heran, hampir setiap hari ada pemberitaan tentang aktivitas DMI.
PERAN KEMANUSIAAN dan KEAGAMAAN
Dewan Masjid Indonesia Sulawesi Tengah, tidak sekadar membawa misi memakmurkan masjid, tetapi juga dimakmurkan masjid. Lantaran itu, tidaklah heran, pengurus organisasi itu kemudian hilir mudik memberikan bantuan berupa bingkisan kepada para imam masjid dan pegawai syara’ di seluruh Sulawesi Tengah.
“Para imam dan pegawai syara’ itu adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka ikhlas mengurus masjid dan jamaah. Maka mereka harus dibantu,” kata Ahmad Ali.
Bukan hanya itu, DMI juga mengajak Palang Merah Indonesia (PMI) Sulawesi Tengah, melakukan donor darah setiap malam usai Shalat Tarawih. Setiap malam, terkumpul hampir 30 kantong darah. Donor darah itu sudah berlangsung sejak awal Ramadhan sampai sekarang.
Bantuan-bantuan itu mendapat apresiasi banyak orang. Jeffry Gunawan, Ketua Muallaf Center Indonesia (MCI) Regional Sulawesi Tengah mengatakan, menyatakan sangat banyak program keummatan, khususnya program pengembangan fungsi masjid, benar-benar dijalankan dengan baik oleh DMI Sulteng.
“Alhamdulilah kepengurusan DMI Sulteng yang sekarang gebrakannya luar biasa dan patut diapresiasi,” kata Ketua MCI Sulteng Jeffry Gunawan.
Jeffry Gunawan berharap, DMI Sulteng juga dapat menjadi wadah dalam upaya membantu para muallaf di Sulteng.
“Masih banyak muallaf yang kurang mendapatkan pembinaan, sehingga kerap mengalami kesusahan dalam prosesnya memeluk Islam secara utuh,” jelas Jeffry dalam wawancara di Sekretariat DMI.
Kehadiran MCI itu tidak sekadar disambut dengan tangan kosong. Berselang beberapa hari kemudian, DMI Sulteng langsung berangkat menuju Kampung Muallaf di Desa Padende, Kabupaten Sigi dan membangun rumah para muallaf di sana.
Peletakan batu pertama sebanyak 33 rumah bagi para muallaf sudah dimulai pada Sabtu, 23 April 2022 sore. Pembangunan rumah itu dilakukan, karena rumah para muallaf itu sangat tidak layak huni.
“33 KK ini, semuanya hidup di rumah yang sangat tidak layak. Padahal seharusnya ini menjadi salah satu tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan sandang papan bagi masyarakatnya,” jelas Ahmad Ali.
Sebelumnya, DMI Sulteng juga telah melakukan pembinaan terhadap para imam masjid di sejumlah tempat. Pembinaan dilakukan terkait dengan memperbaiki bacaan ayat Al Quran, sebagai salah satu syarat sahnya shalat.
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Prof. Sagaf S. Pettalongi menyambut baik pembinaan para imam masjid dan pegawai syara’ yang dilakukan DMI Sulteng. Rektor mengajak DMI Sulteng bersinergi untuk melakukan pembinaan tersebut.
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Prof. Sagaf S Pettalongi mengatakan, pembinaan untuk peningkatan kompetensi petugas masjid, merupakan tuntutan dan tanggung jawab tri dharma perguruan tinggi yang melekat pada UIN Palu.
“Pembinaan kompetensi petugas masjid merupakan satu bentuk optimalisasi tri dharma perguruan tinggi,” kata Prof Sagaf, Ahad, 10 April 2022.
Lantaran itu, UIN Datokarama Palu, bersedia bekerja sama dengan Pimpinan Wilayah Dewan Masjid Indonesia (PW DMI) Sulteng untuk meningkatkan kompetensi pengelola kegiatan peribadatan dan keagamaan di masjid se Sulteng.
POLITISASI MASJID?
Sejumlah kalangan menilai, aktivitas DMI Sulawesi Tengah di bawah kepemimpinan Ahmad Ali, tidak terlepas dari peran-peran politiknya sebagai politisi Partai Nasdem.
Seorang warganet menulis status di Facebook menulis: Politik identitas? Politik Sektarian? Hmmmm kemunduran pola pikir dan demokrasi. Kasihan daerahku… generasinya dipertontontonkan dengan hal yang tidak mendidik #politisirame2urusmasjid. Begitu warganet itu menulis status di akun facebook.
Banyak pendapat juga menyatakan, bahwa Ahmad Ali melalui DMI telah mempolitisasi masjid untuk kepentingan politik 2024. Pembicaraan-pembicaraan seperti itu, kerap muncul di komentar-komentar group percakapan.
Wajar saja ada komentar-komentar mempolitisasi masjid melalui DMI, karena publik melihat Ahmad Ali sebagai politisi Partai Nasdem.
Ahmad Ali menanggapi semua diksi itu. Dia menegaskan, masjid jangan dijadikan sebagai sarana atau alat untuk kepentingan politik individu atau kelompok.
“Tugas kita pengurus DMI adalah menjaga masjid agar tidak digunakan sebagai sarana politik,” kata Ahmad M Ali, dalam arahannya pada seremonial pembukaan musyawarah DMI Kabupaten Sigi, yang berlangsung di Sekretariat DMI Sulteng, di Palu, Sabtu 16 April 2022 lalu.
Ahmad M Ali mengatakan, pengurus DMI yang terdiri dari berbagai latar belakang, dapat bersahabat dengan politisi, pengusaha dan elemen apapun.
Namun, kata dia, persahabatan itu jangan sampai berdampak pada pemanfaatan masjid sebagai sarana untuk kepentingan politik individu dan kelompok.
“Saya tegaskan bahwa saya tidak lagi maju sebagai calon legislatif tahun 2024 dari daerah pemilihan Sulteng. Cukup dua periode bagi saya untuk mengabdi kepada masyarakat, jika tiga periode itu bukan lagi mengabdi tetapi mencari,” sebut Ahmad Ali.
Dengan demikian, sebut dia, masjid tidak akan digunakannya untuk kepentingan politiknya sebagai politisi Partai Nasdem.
“Sehingga jika ada informasi yang beredar menyebut saya akan memanfaatkan masjid untuk kepentingan politik, maka itu adalah informasi hoaks,” ujarnya.
Ahmad Ali menegaskan amanah yang diberikan kepada dirinya untuk memimpin DMI, merupakan satu bentuk pengabdian kepada umat.
“Karena itu DMI membutuhkan pengurus yang memiliki hati dan waktu untuk mengabdi kepada umat dan mengembangkan fungsi masjid,” ungkapnya. Wallahu A’lam. (*)
Tinggalkan Balasan