PALU, KAIDAH.ID – Di perempatan antara Jalan Dr. Wahidin dan Jalan Kimaja, Kelurahan Besusu Barat, Kecamatan Palu Timur, dulunya berdiri gagah sebuah masjid, yang diberi nama Masjid Al Hidayah. Namun, masjid tersebut dibongkar belum dibangun kembali.

Padahal, masjid tersebut punya sejarah tersendiri yang jarang diketahui warga Palu. Dikisahkan, sejarah masjid tersebut terkait erat dengan sosok Tanigau, seorang tokoh yang berperan besar menginisiasi membangun rumah ibadah bagi umat Islam di Besusu pada 131 tahun yang lalu atau pada 1891 silam.

Tanigau, oleh warga setempat menyebutnya dengan nama Pue Kate, karena bertubuh kecil dan pendek. Pua Kate itulah yangmewakafkan tanahnya untuk pembangunan tempat ibadah berbentuk mushalla. Bersama menantunya yang bernama Sayyid Muhammad Amin bin Baharullah Bafagih bergelar Karaeng Loroloro, sebagai pemrakarsa pembangunan mushalla tersebut.

Sayyid Muhammad Amin bin Baharullah Bafagih sendiri, diketahui merupakan anak dari Sayyid Bahrullah Bafaqih Al Aidid, mubaligh yang berasal dari Cikoang, Makassar. Sayyid Bahrullah Bafaqih Al Aidid, bersama Habib Sayyid Ibrahim, Habib Sayyid Umar, dan Habib Sayyid Mohammad Tafsir, semuanya bermarga Bafagih Aidid, datang ke Palu dan menetap di wilayah Boyantongo (sekarang wilayah Kelurahan Baru), pada pertengahan abad ke 19, atau sekira tahun 1840.

Setelah mushalla itu terbangun, Tanigau alias Pue Kate sendiri yang menjadi imam, karena Sayyid Muhammad Amin bin Baharullah Bafagih bergelar Karaeng Loroloro serung berdakwah ke luar daerah.  

Lama kelamaan, mushalla Al Hidayah itu direhab sehingga menjadi masjid. Namun akhirnya dibongkar, karena bangunannya sudah tua dan tak layak lagi.

Pada Kamis, 28 April 2022 Pimpinan Wilayah Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Sulawesi Tengah berinsiatif untuk membangun kembali Masjid Pandapa Al Hidayah tersebut.

“DMI akan mengambil peran sebagai bagian dari sejarah pembangunan kembali masjid tertua di Kota Palu ini,” kata Ketua Umum PW DMI Provinsi Sulteng, Ahmad M Ali, di Palu saat melakukan peletakan batu pertama pembangunan kembali Masjid Al Hidayah tersebut.

DMI, kata Ahmad Ali, perlu mengambil peran dalam pembangunan kembali masjid tersebut, yang salah satu tujuannya untuk pelestarian nilai-nilai sejarah Islam di Kota Palu.

Peletakan batu pertama pembangunan kembali Masjid Alhidayah telah dilakukan langsung oleh Ketua Umum DMI Sulteng Ahmad M Ali.  DMI menargetkan pembangunan kembali masjid tersebut berukuran 6 x 6 meter persegi, berlangsung tiga sampai empat bulan.

“Masjid ini bukan tempat yang baru bagi saya, dahulu sejak saya masih mahasiswa saya sering berkumpul dengan kawan-kawan di masjid ini,” ujarnya.

DMI tidak hanya membangun kembali fisik masjid tersebut, melainkan, sebut Ahmad Ali, juga akan menyediakan berbagai fasilitas penunjang bagi masjid itu, di antaranya terkait dengan pengembangan fungsi masjid sebagai pusat pembangunan peradaban manusia pada aspek sosial-keagamaan, pendidikan dan ekonomi.

Karena itu DMI, kata Ahmad Ali mengajak para dermawan untuk ikut dalam mengembangkan fungsi masjid untuk memakmurkan dan dimakmurkan masjid.

“Kita butuh seorang muslim kaya, yang bisa bertoleransi, bergandengan tangan mengembangkan Islam di Sulteng,” kata Ahmad Ali. (*)