Menurut Lisa Herlita, ia memilih menjadi caleg, karena berkeinginan ikut mendorong partisipasi perempuan pada Pemilu 2024.

Menurutnya, keberadaan perempuan di dunia politik, menjadi sangat penting untuk memenuhi kuota 30 persen perempuan di legislatif.

“Bagi saya, ini masih menjadi pekerjaan rumah para aktivis perempuan di Indonesia hingga sekarang, namun, harapan itu belum terwujud sepenuhnya. Kalaupun ada partai yang memenuhi kuota itu, sebetulnya hanya formalitas untuk memenuhi kewajiban sesuai perintah undang-undang saja,” kata dia.

Oleh karena itu, kata Lisa Herlita, partai politik perlu menerbitkan kebijakan atau regulasi internal, dalam penguatan peran perempuan di partai politik.

Lisa Herlita bersama sang suami | Foto: dok. pribadi

“Regulasi melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 telah mengatur tentang kuota 30 persen perempuan di legislatif. Maka regulasi tersebut masih perlu diimplementasikan secara internal partai, dengan membuat aturan-aturan yang dapat menerjemahkan secara tegas akan pentingnya kuota 30 persen tersebut,” jelasnya.

Dengan begitu, kata dia, perempuan tidak hanya ditempatkan sebagai pelengkap nomor urut untuk mencapai kuota tersebut tetapi karena memang keharusan yang harus diambil oleh partai politik.

“Nah, saya melihat Partai Gerindra Sulteng, punya niat baik untuk mendorong keterwakilan perempuan. Itulah yang membuat saya tertarik dan mau bergabung,” ujar Wakil Sekretaris DPD Partai Gerindra Provinsi Sulteng ini.

Lisa Herlita menyarankan, partai politik juga dapat membentuk sekolah orasi untuk perempuan, agar dapat menyuarakan aspirasi perempuan di panggung politik, karena sebetulnya, perempuan punya kemampuan menjadi seorang orator di panggung politik.

“Tetapi kemampuan itu belum dikelola dengan baik secara struktural di partai, sehingga belum terimplementasi dengan baik,” tandasnya. (*)