BOGOR, KAIDAH.ID – Pengacara PT Agro Nusa Abadi (ANA) menyayangkan, sikap tidak kesatria dalam kasus klaim lahan, karena perusahaan kelapa sawit tersebut telah memiliki ijin operasional.

“Tidak benar kalau PT ANA ilegal,” kata Davi Aulia Giffari, pengacara PT ANA sekaligus ketua LBH Keadilan Rakyat.

Dia mengatakan, perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Morowali Utara itu, mengantongi ijin lokasi, IUP dan amdal (analisa dampak lingkungan).

Semua itu, kata dia, yang menjadi dasar dalam melakukan usaha perkebunan sawit di Morowali Utara (Morut).

Proses pengurusan sertifikat HGU, juga masih terus berlangsung. Musyawarah dengan masyarakat, dan koordinasi dengan otoritas pengambil keputusan, juga intensif selama ini.

“Perusahaan tidak pasif, tetapi aktif mengurus legalitas tersebut,” kata Davi menanggapi pernyataan sejumlah pihak, yang menyebut PT ANA adalah perusahaan ilegal.

Dia menerangkan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sertifikat HGU baru dapat terbit, apabila status lahan telah clear and clean.

Artinya, pihak perusahaan baru mendapatkan HGU, jika kepemilikannya jelas, tidak ada lagi pihak yang mengklaim lahan yang tengah diajukan PT ANA.

Sementara ini, di lapangan ada sejumlah pihak yang mengaku memiliki lahan. Termasuk Ambo Endre. Klaim ini berlarut-larut. Pemprov Sulteng juga sudah turun tangan dan memediasi.

Dari proses itu, kata dia, keluarlah surat rekomendasi, yang satu di antara poinnya adalah kegiatan verifikasi di lapangan.

“Verifikasi itu sangat perlu, karena ternyata ada lebih satu orang mengklaim lahan tertentu,” lanjut Davi.

Total luasan itu, sebut Davi, bahkan lebih luas dua sampai tiga kali lipat dari luasan HGU yang sedang dalam pengajuan PT ANA.

Dasar kepemilikan masyarakat pun, menurut Davi, memang banyak yang mencurigakan.

“Itu sebabnya, kami perlu melakukan verifikasi. Itu tahapan yang penting,” ujarnya.

Meskipun, sebelum ada surat rekomendasi tersebut, PT ANA bersama aparat desa pernah melakukannya.

“Semua pernyataan Ambo Endre sangat subyektif,” ucapnya.

Pernyataan Ambo Endre juga, kata dia, cenderung menimbulkan kesan bahwa perusahaan, pemerintah, aparat penegak hukum tidak manusiawi dan semena-mena.

Jika timbul perbedaan pandangan, setelah jalur musyawarah maka pengadilanlah yang menjadi patokan hukum.

“Kan kita hidup di negara berdasar hukum,” lanjutnya.

Kehadiran aparat keamanan, menurut Davi, hanya untuk meminimalisir tindakan pencurian yang sangat masif, bahkan sampai mengancam keselamatan karyawan ANA yang bertugas memanen buah sawit.

Perusahaan tidak pernah menggunakan aparat keamanan untuk mengintimidasi para klaimer.

“Padahal, sudah jelas para klaimer ini memanen buah dari pohon yang bukan milik mereka,” tandas Davi. (*)