“Kenapa hasilnya lama. Kami sudah jenuh, kalau memang ada kendala soal alat, apakah ada upaya dari Pemprov Malut mempercepat itu?. Apakah Pemprov Malut tidak mampu mengadakan alat swab ? Lebih baik kami uji mandiri di Prodia saja,” teriaknya.
Nyonya Fatmawati, dalam orasinya mengatakan, sangat mendukung program Pemprov Malut. Namun untuk karantina, jika sudah lewat satu bulan dan hasilnya masih positif, maka semua pasien tidak terima. Pasalnya semua pasien yang dikarantina sudah mengikuti dan menerapkan protokol kesehatan.
“Kami minta solusi, karena di sini sebagian besar ibu rumah tangga. Kadang kami meronta-ronta dan teriak-teriak di sini. Sebenarnya kami ini dianggap pasien covid atau pasien depresi. Jika begini terus, lama-lama kami bisa gangguan jiwa,” keluhnya.
Dokter Handoko, satu-satunya dokter paru di Malut menjelaskan, setiap pasien yang didiagnosa ada virus, maka akan di isolasi.
“Memang kita akui ada beberapa kekurangan, maka akan dievaluasi kembali pada logistik dan sarana. Kami akan berusaha lakukan yang terbaik,” katanya.
Dia menjelaskan jika pasien sudah menjalani uji swab pertama kemudian hasilnya positif, maka pasien tersebut harus melakukan uji swab yang kedua lagi untuk mendapatkan hasil negatif agar nanti pasien bisa dinyatakan sembuh dan dipulangkan.
Tak hanya itu, dokter ini juga mengeluhkan kondisi dirinya saat ini, yang sejak awal pandemic covid-19 di Maluku Utara, ia dirinya belum pernah pulang berkumpul dengan keluarganya.
“Saya juga lelah, tapi saya berikan yang terbaik bagi Maluku Utara,” ujarnya.
Dia menghimbau kepada semua pasien untuk terus disiplin menjalani prosedur karantina, agar cepat sehat dan bisa pulang. *
Tinggalkan Balasan