TERNATE – Puluhan pasien korona yang dikarantina di Hotel Sahid Ternate, Maluku Utara (Malut) menggelar unjukrasa, Senin 22 Juni 2020 pagi. Mereka meminta kejelasan hasil swab yang sangat lama ditunggu.
Salah seorang pasien asal Kelurahan Akehuda, Kota Ternate, Sahid Jabar, dalam orasinya mengeluhkan hasil swab yang lama. Dia mengaku berada di tempat karantina sudah lebih sebulan tanpa kejelasan.
Menurut dia, pada 27 Mei 2020, ia mengikuti tes Swab dan hasilnya baru diketahui pada 18 Juni 2020. Selama 21 hari ia harus menunggu hasil swab itu.
“Kenapa begtu? Meski sudah diberikan penjelasan tapi saya belum puas dengan hasil swab yang lama itu,” keluhnya.
Sahid Jabar mengatakan, semua pasien butuh kejelasan dari pihak medis dan Tim Gugus Tugas Provinsi Malut, yang selalu menyatakan semua pasien korona itu selalu positif, meskipun telah menjalankan protokol kesehatan seperti yang disyaratkan selama masa karantina.
“Kenapa hasil kami selalu positif, seharusnya ada yang negatif. Tapi kenapa kita semua selalu positif. Dan kalau begitu, dokter harus berikan kiat-kiat agar hasil swab negatif. Jujur saja, batin kita juga terganggu selama di sini,” ujarnya.
Pasien lainnya, Nyonya Yuli. Ia mengaku dirawat sejak 8 Mei 2020, kemudian dilakukan uji swab pada 9 Mei, dan hasilnya diterima pada 23 Mei 2020 dengan hasil positif.
“Saya termasuk salah satu pasien yang mengetahui hasil swab tercepat,” kata Yuli.
Tetapi ia mengaku bingung dengan jangka waktu uji swab pasien, karena dalam uji tersebut ada yang cepat dan ada yang lama, bahkan sampai berminggu-minggu.
“Kenapa hasilnya lama. Kami sudah jenuh, kalau memang ada kendala soal alat, apakah ada upaya dari Pemprov Malut mempercepat itu?. Apakah Pemprov Malut tidak mampu mengadakan alat swab ? Lebih baik kami uji mandiri di Prodia saja,” kata Yuli, salah seorang pasien korona.
“Kenapa hasilnya lama. Kami sudah jenuh, kalau memang ada kendala soal alat, apakah ada upaya dari Pemprov Malut mempercepat itu?. Apakah Pemprov Malut tidak mampu mengadakan alat swab ? Lebih baik kami uji mandiri di Prodia saja,” teriaknya.
Nyonya Fatmawati, dalam orasinya mengatakan, sangat mendukung program Pemprov Malut. Namun untuk karantina, jika sudah lewat satu bulan dan hasilnya masih positif, maka semua pasien tidak terima. Pasalnya semua pasien yang dikarantina sudah mengikuti dan menerapkan protokol kesehatan.
“Kami minta solusi, karena di sini sebagian besar ibu rumah tangga. Kadang kami meronta-ronta dan teriak-teriak di sini. Sebenarnya kami ini dianggap pasien covid atau pasien depresi. Jika begini terus, lama-lama kami bisa gangguan jiwa,” keluhnya.
Dokter Handoko, satu-satunya dokter paru di Malut menjelaskan, setiap pasien yang didiagnosa ada virus, maka akan di isolasi.
“Memang kita akui ada beberapa kekurangan, maka akan dievaluasi kembali pada logistik dan sarana. Kami akan berusaha lakukan yang terbaik,” katanya.
Dia menjelaskan jika pasien sudah menjalani uji swab pertama kemudian hasilnya positif, maka pasien tersebut harus melakukan uji swab yang kedua lagi untuk mendapatkan hasil negatif agar nanti pasien bisa dinyatakan sembuh dan dipulangkan.
Tak hanya itu, dokter ini juga mengeluhkan kondisi dirinya saat ini, yang sejak awal pandemic covid-19 di Maluku Utara, ia dirinya belum pernah pulang berkumpul dengan keluarganya.
“Saya juga lelah, tapi saya berikan yang terbaik bagi Maluku Utara,” ujarnya.
Dia menghimbau kepada semua pasien untuk terus disiplin menjalani prosedur karantina, agar cepat sehat dan bisa pulang. *
Tinggalkan Balasan