SOLIDARITAS

Organisasi Persatuan Pelajar Indonesia (PII), Generasi Muda Islam, di bawah komando Gerakan Pemuda Anshor GP Anshor yang dipimpin Yusuf Hasyim, membentuk solidaritas membela HMI agar tidak dibubarkan.

“Langkahi mayatku sebelum membubarkan HMI” dari kader PII menjadi energi yang mengobarkan semangat perjuangan kader HMI. Dari PMKRI juga membela HMI.

Dukungan moral dan politik datang juga dari petinggi ABRI/ Angkatan Darat, Jenderal Ahmad Yani. Bahkan kader HMI dilatih fisik dan teknik menggunakan senjata.

“Jika HMI dan Soksi hari ini diganyang oleh PKI, maka tidak mustahil, besok atau lusa PKI akan mengganyang Angkatan Darat,” kata Jenderal Ahmad Yani.

Brigjen Soetjipto ikut menyatakan: Go ahead HMI. (Sumber: Sulastomo, Hari-hari Yang Panjang 1963-1966).

Pernyataan Jenderal Ahmad Yani itu terbukti kemudian. Terjadilah tragedi berdarah yang dikenal dengan nama Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) 1965.

PKI dibantu Pasukan Tjakrabirawa menculik dan membunuh tujuh jenderal dan perwira Angkatan Darat. Para korban keganasan PKI itu yang kita kenal sebagai Pahlawan Revolusi.

PEMBUBARAN PKI

Saat terjadinya kudeta G30S/PKI itu, bertapatan Mar’ie Muhammad, Nazar Nasution, Ridwan Saidi dan Harun Kamil sedang berdiskusi hingga larut malam.

Paginya mereka naik becak ke kantor PB HMI di Jalan Diponegoro 16. Setiba di PB HMI, mereka mendengar pengumuman lewat radio bahwa telah terbentuk Dewan Revolusi dipimpin Kolonel Untung.

Karena belum jelas siapa Kolonel Untung, Dewan Revolusi dan sebagainya itu, para tokoh HMI berangkat ke Jalan Sumatra, kediaman Penasehat PB HMI 1963-1969 Dahlan Ranuwihardjo. Beliau juga Ketum PB HMI 1951-1953.

Aksi HMI | Foto: IG PBHMI

Dahlan Ranuwihardjo kemudian meminta Mar’ie Muhammad, Nazar Nasution, Ridwan Saidi dan Harun Kamil keliling kota Jakarta, memantau situasi di lapangan.

Hingga sore harinya, diketahui bahwa Dewan Revolusi adalah bentukan PKI, untuk merebut kekuasaan melalui kekuatan Angkatan ke-5 (buruh-tani-nelayan-pemuda).

AKhirnya, PB HMI memutuskan untuk melakukan pendekatan dan lobi ke beberapa tokoh, antara lain Subchan ZE (PB NU) dan Harry Tjan Silalahi (Partai Katolik).

Kemudian para tokoh itu bersepakat untuk membentuk Kesatuan Aksi Pengganyangan G30S (KAP Gestapu). Harry Tjan dan Subchan ZE menjadi pemimpinnya. Wadah ini kemudian menjelma menjadi Front Pancasila.

Unjuk kekuatan pertama oleh KAP Gestapu terjadi pada 3 Oktober 1965 di Taman Sunda Kelapa. Bendera pendukung KAP Gestapu dan spanduk-spanduk anti komunis berkibar di lapangan tersebut.

Peristiwa inilah yang mempelopori berbagai demonstrasi dan aksi untuk mengganyang dan membubarkan PKI, melibatkan sejumlah aktivis HMI (antara lain Ekki Syahruddin, Firdaus Wadjdi, Fahmi Idris, Farid Laksamana).

Dengan tekad perjuangan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, maka HMI yang semula menjadi target pembubaran oleh PKI, namun akhirnya PKI lah yang dibubarkan pada 12 Maret 1966.

Ini merupakan perjuangan yang gigih, bukan hanya oleh para aktivis HMI, tetapi dukungan segenap lapisan masyarakat, baik pemuda, intelektual dan rakyat Indonesia secara keseluruhan. (*)