Berdasarkan catatan sejarah, kata Sri Meisista, antara 1929 sampai dengan 1947, perempuan Palestina terlibat dalam perjuangan nasional bersama dengan laki-laki (Kuttab, 2009).

Para perempuan ini, kata dia, terlibat dalam demonstrasi, kongres, memorandum, penyelundupan senjata, pertemuan dengan pejabat pemerintah, penggalangan dana untuk mendukung tahanan, dan memberikan bantuan bagi yang terluka dalam konflik (Kuttab, 2009).

Para perempuan yang masa kecilnya pernah ikut melawan tentara Israel, di antara mereka kini telah beranjak dewasa.

“Sebut saja Michelin Awwad, perempuan Palestina pada 1980-an ikut ambil bagian dalam Gerakan Intifadah melawan Zionis Israel,” sebutnya.

Menurut dia, pada 2017, Michelin Awwad ini telah berusia 68 tahun dan telah berjuang sejak 1980-an.

“Dalam soal ini saya mau bilang, bahwa konflik Israel-Palestina sudah berlangsung lama dan belum ada solusi untuk damai. Lantas di mana negara-negara Islam, di mana PBB, di mana Dewan Keamanan PBB. Kenapa tidak ada solusi perdamaian Israel-Palestina,” sesalnya.

Oleh karena itu, mahasiswa S2 Kedokteran Universitas Indonesia ini mengajak muslimah Indonesia, untuk ikut mendesak Pemerintah Indonesia, agar menggunakan haknya sebagai anggota PBB, untuk menyuarakan perlindungan warga negara khususnya perempuan dan anak Palestina.

“Muslimah Indonesia harus ikut berjuang, menyuarakan pembelaan terhadap Palestina, khususnya perlindungan terhadap perempuan dan anak,” tandas Wasekum PB Kohati. (*)